Buat Kebijakan Anti Hoax COVID-19, Malaysia Dikritik

Jumat, 12 Maret 2021 20:47 WIB

Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin telah meminta warga Malaysia untuk mematuhi Perintah Kontrol Gerakan (lockdown) pemerintah mulai Rabu, 18 Maret 2020.[Bernama/Astroawani]

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Malaysia menerbitkan kebijakan baru untuk menangkal berita-berita bohong terkait COVID-19 ataupun status darurat nasional yang berlaku sejak Januari lalu. Bagi yang melanggar, mereka akan terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda besar.

Kebijakan tersebut berlaku mulai Jumat ini dan akan menyasar siapapun yang membuat berita bohong. Apabila ada ada unsur yang dianggap salah atau tidak akurat terkait pandemi COVID-19, maka pembuat berita terkait bisa menjadi sasaran kebijakan baru tersebut.

Menurut laporan Channel News Asia, kebijakan baru tersebut dikritik. Beberapa pihak khawatir kebijakan itu bisa disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat terkait penanganan pandemi COVID-19. Menteri Komunikasi Saifuddin Abdullah membantah anggapan itu, menyatakan bahwa kebijakan anti-hoax yang dibuat Pemerintah Malaysia justru untuk membantu aparat penegak hukum.

"Kebijakan itu akan membantu penegakan hukum oleh aparat yang justru akan terbebani jika bertahan dengan regulasi lama yang kurang pas untuk menghadapi ekspansi media sosial," ujar Abdullah, dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 12 Maret 2021.

Abdullah melanjutkan, fokus pemerintah adalah memastikan penanganan pandemi COVID-19 berjalan maksimal dan apapun akan dilakukan untuk itu.

Kelompok oposisi dan aktivis hak asasi manusia tetap menganggap aturan tersebut terlalu luas. Menurut mereka, aturan yang ada bisa digunakan untuk mengancam publik yang mengkritisi pemerintah.

Ini bukan pertama kalinya langkah Pemerintah Malaysia terkait pengendalian pandemi COVID-19 dikritik oposisi. Januari lalu, misalnya, Kerajaan Malaysia mengaktifkan status darurat nasional yang membuat kegiatan di Parlemen terhenti untuk sementara waktu. Oleh oposisi, hal tersebut dianggap sebagai upaya PM Malaysia Muhyiddin Yassin untuk mempertahankan posisinya.

Sejak menjabat dari Maret 2020, Muhyiddin Yassin memang tidak dalam posisi yang bisa bergerak secara leluasa. Di Parlemen, koalisi yang mendukungnya hanya beda tipis dengan yang oposisi. Dengan kata lain, peta dukungan bisa sewaktu berubah-ubah dan oposisi menganggap status darurat nasional dipakai untuk mencegah hal itu. Muhyiddin Yassin dan Kerajaan Malaysia sudah membantah anggapan itu.

Per berita ini ditulis, Malaysia tercatat memiliki 320.939 kasus dan 1203 kematian akibat COVID-19 menurut data worldometer. Angka tersebut sudah menghitung pertambahan baru sebanyak 1.575 kasus dan 3 kematian.

Baca juga: Deportasi Warga Myanmar, Pengadilan Persilakan Amnesty Gugat Pemerintah Malaysia

CHANNEL NEWS ASIA

Berita terkait

Piala Asia U-23 2024: Timnas U-23 Indonesia Jadi Satu-satunya Negara Asia Tenggara yang Melaju ke Semifinal

20 jam lalu

Piala Asia U-23 2024: Timnas U-23 Indonesia Jadi Satu-satunya Negara Asia Tenggara yang Melaju ke Semifinal

Timnas U-23 Indonesia akan berduel melawan Uzbekistan di semifinal Piala Asia U-23 2024 pada senin malam WIB, 29 April 2024.

Baca Selengkapnya

Polisi Gagalkan Penyelundupan Pekerja Migran di Badau Perbatasan Indonesia-Malaysia

20 jam lalu

Polisi Gagalkan Penyelundupan Pekerja Migran di Badau Perbatasan Indonesia-Malaysia

Supriyanto mengatakan puluhan pekerja migran tersebut rata-rata berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

1 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

1 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

1 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

1 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal pencuri ikan berbendera Malaysia. Kapal itu tercatat sudah dimusnahkan tapi masih beroperasi

Baca Selengkapnya

Jokowi Keluhkan Banyak Masyarakat Berobat ke Luar Negeri, Ini 3 Negara Populer Tujuan Wisata Medis WNI

2 hari lalu

Jokowi Keluhkan Banyak Masyarakat Berobat ke Luar Negeri, Ini 3 Negara Populer Tujuan Wisata Medis WNI

Presiden Jokowi mengeluhkan hilangnya Rp 180 triliun devisa karena masih banyak masyarakat berobat ke luar negeri.

Baca Selengkapnya

Mahathir Mohamad Diselidiki KPK Malaysia Atas Tuduhan Korupsi

2 hari lalu

Mahathir Mohamad Diselidiki KPK Malaysia Atas Tuduhan Korupsi

KPK Malaysia menyelidiki Mahathir Mohamad dan anak-anaknya atas dugaan korupsi.

Baca Selengkapnya

Palti Hutabarat Didakwa Pasal Berlapis di Kasus Rekaman Suara Kades Diminta Menangkan Prabowo

2 hari lalu

Palti Hutabarat Didakwa Pasal Berlapis di Kasus Rekaman Suara Kades Diminta Menangkan Prabowo

Kasus Palti Hutabarat ini bermula saat beredar video dengan rekaman suara tentang arahan untuk kepala desa agar memenangkan Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

2 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya