Seorang wanita menangis saat ikut memakamkan sejumlah orang tewas akibat ikut ke jalan dalam aksi Anti-Kudeta di depan gedung PBB di Bangkok, Thailand 4 Maret 2021. REUTERS/Athit Perawongmetha
TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah korban meninggal selama kudeta Myanmar terus bertambah. Perkembangan terbaru, menurut investigator PBB Thomas Andrew, junta Militer Myanmar sudah membunuh kurang lebih 70 orang sejak kudeta dimulai. Andrew berkata, mayoritas dari korban jiwa tersebut adalah anak muda dengan usia di bawah 25 tahun.
Selain membunuh 70 orang, Andrew menambahkan junta Militer Myanmar juga sudah menangkap ribuan orang. Perhitungan terbaru, ada 2000 orang yang telah ditangkap secara sewenang-wenang atau ilegal selama kudeta Myanmar berlangsung.
"Myanmar saat ini dikontrol oleh rezim yang sadis dan ilegal," ujar Andrews, dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Kamis, 11 Maret 2021.
Andrew melanjutkan, dirinya memiliki banyak bukti soal pembunuhan serta penangkapan yang dilakukan oleh Militer Myanmar. Hal itu mulai dari video aparat Militer Myanmar memukuli demonstran dan petugas medis hingga video Militer Myanmar menembaki warga hingga ke rumah-rumah mereka.
Berbekal bukti-bukti, Andrews menyatakan hak asasi manusia warga-warga Myanmar. Oleh karenanya, ia mendesak negara-negara anggota PBB untuk menjatuhkan sanksi multilateral kepada Militer Myanmar. Ia juga menyarankan sanksi yang menyasar usaha-usaha yang dikuasai militer misalnya Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar yang pendapatannya ditaksir US$1 miliar per tahun.
"Militer Myanmar mungkin bisa dikatakan telah melakukan kejahatan kemanusiaan," ujar Andrews yang sempat menjadi anggota Kongres Amerika.
Menanggapi ancaman yang ada, Militer Myanmar mengklaim mereka tidak memiliki pilihan selain menertibkan warga secara keras. Mereka menganggap aksi-aksi yang dilakukan sepanjang Kudeta Myanmar adalah upaya untuk menjaga keteraturan dan ketertiban.
"Aparat kami sudah menahan diri dalam menghadapi para demonstran," ujar pernyataan Militer Myanmar.