Biarawati Myanmar Bersujud Memohon ke Polisi Agar Tidak Menembaki Pengunjuk Rasa
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Senin, 1 Maret 2021 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang biarawati Myanmar terlihat bersujud memohon kepada polisi agar tidak menembak pengunjuk rasa anti-kudeta Myanmar setelah demonstrasi berdarah memakan belasan korban jiwa pada Ahad.
Foto biarawati itu dibagikan di media sosial oleh tokoh Katolik terkemuka Myanmar, ketika demonstrasi menentang kudeta semakin menimbulkan banyak korban jiwa.
Biarawati Francis Xavier bernama Nu Thawng, muncul sendirian di depan polisi anti huru hara yang berlapis tameng baja, dalam beberapa gambar yang dibagikan di Twitter oleh Uskup Agung Yangon, Uskup Agung Charles Maung Bo, seorang kritikus vokal atas kudeta militer, dikutip dari surat kabar The Catholic Leader, 1 Maret 2021.
"Hari ini, kerusuhan telah parah di seluruh negeri. Polisi menangkap, memukuli, dan bahkan menembaki masyarakat. Dengan penuh air mata, biarawati Ann Nu Thawng memohon & menghentikan polisi untuk berhenti menangkap para pengunjuk rasa. Sekitar 100 pengunjuk rasa bisa melarikan diri dari polisi karena suster itu," cuit Kardinal Charles Maung Bo di Twitter pada Senin.
Polisi Myanmar telah menembaki pengunjuk rasa pada 28 Februari, menjadikan demonstrasi hari Minggu sebagai hari paling berdarah sejak protes menentang kudeta dimulai.
"Kedamaian itu mungkin. Damai adalah satu-satunya cara. Demokrasi adalah satu-satunya cahaya ke jalan itu," kicau Twitter Kardinal Bo, yang merupakan ketua Konferensi Waligereja Myanmar.
Dikutip dari Reuters, Kardinal Bo menggambarkan negaranya seperti medan perang.
Di Yangon, seorang guru bernama Tin New Yee meninggal setelah polisi membubarkan protes guru dengan granat setrum, membuat kerumunan melarikan diri, kata putrinya dan seorang rekan guru.
Polisi juga melemparkan granat setrum di luar sekolah kedokteran Yangon, menyebabkan dokter dan mahasiswa yang memakai jas lab putih berlarian.
Sebuah kelompok yang disebut Aliansi medis Whitecoat mengatakan lebih dari 50 staf medis telah ditangkap.
Junta militer belum berkomentar sejak 18 orang tewas ditembaki polisi pada demonstrasi Ahad.
Pada Senin Pengadilan Myanmar mengajukan dakwaan lain terhadap Aung San Suu Kyi pada, kata seorang pengacara yang mewakilinya, ketika pengunjuk rasa kembali berunjuk rasa menentang tindakan keras oleh pasukan keamanan yang menewaskan sedikitnya 18 orang pada hari sebelumnya.
Baca juga: Dukung Rakyat Myanmar, Aktivis Indonesia Gelar Aksi Pukul Panci
Pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu tidak terlihat di depan umum sejak pemerintahannya digulingkan dalam kudeta militer 1 Februari, dan dia ditahan bersama dengan para pemimpin partai lainnya.
Saat Suu Kyi muncul di sidang pengadilan video, polisi di kota utama Yangon menggunakan granat kejut dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa, kata saksi mata, sehari setelah kekerasan terburuk sejak kudeta.
Sejauh ini belum ada laporan langsung tentang korban pada hari Senin.
Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan jelas serangan junta akan terus berlanjut sehingga komunitas internasional harus meningkatkan tanggapannya.
Dia mengusulkan embargo senjata global, lebih banyak sanksi dari lebih banyak negara terhadap mereka yang berada di balik kudeta Myanmar, sanksi terhadap bisnis junta militer, dan rujukan Dewan Keamanan PBB ke Mahkamah Kejahatan Internasional untuk mereka yang bertanggung jawab kekerasan di Myanmar.
THE CATHOLIC LEADER | REUTERS