Pengadilan Mahkamah Inggris Tetapkan Sopir Taksi Online Uber Sebagai Buruh
Reporter
Non Koresponden
Editor
Istman Musaharun Pramadiba
Sabtu, 20 Februari 2021 10:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyedia jasa taksi online, Uber, harus mengkaji lagi binis modelnya dan bagaimana mereka harus memperlakukan para sopirnya. Sebab, Pengadilan Mahkamah Inggris menetapkan para sopir taksi online sebagai buruh. Sebelumnya, para sopir taksi online itu dianggap Uber sebagai kontraktor independen.
Dengan perubahan status dari kontraktor independen menjadi buruh, maka para sopir taksi online menjadi berhak mendapat tunjangan pekerja. Hal itu mulai dari gaji dengan upah minimum hingga hari cuti yang tidak pernah dipikirkan oleh Uber selama ini.
"Para sopir yang membawa kasus ini ke pengadilan tidak menganggap diri mereka sebagai kontraktor independen karena kegiatan mereka ditetapkan, diawasi, dan dikontrol oleh Uber," ujar majelis hakim di Pengadilan Mahkamah Inggris, dikutip dari CNN, Jumat, 19 Februari 2021.
Menurut laporan CNN, kasus terkait status kepegawaian di Uber ini diajukan pertama kali tahun 2016 ke Pengadilan Tenaga Kerja. Pemohonnya adalah dua sopir pria bernama Yasee Aslam dan James Farrar. Keduanya pernah bekerja di usaha lain, kemudian bergabung ke Uber setelah diiming-imingi gaji besar plus bonus.
Awalnya janji-janji itu terpenuhi. Namun, menurut keduanya, perlahan janji tinggal janji seiring dengan makin bertambahnya jumlah sopir Uber. Hal itu membuat jumlah penumpang harian dan pemasukan menurun. Anehnya, meski dinyatakan sebagai kontraktor independen, Farrar dan Aslam masih harus memenuhi target serta jam kerja yang ditetapkan Uber.
Merasa tidak adil dengan perlakuan itu, mereka memutuskan untuk membawa kasusnya ke Pengadilan Tenaga Kerja. Tidak mereka sangka, ternyata ada banyak sopir yang berpikiran sama dengan keduanya.
Hingga berita ini ditulis, bagaimana Uber harus merespon keputusan itu belum diketahui. Mereka hanya merilis pernyataan bahwa akan ada sesi konsultasi antara Uber dengan seluruh sopirnya yang berada di Inggris untuk mengetahui apa yang mereka mau. Selain itu, Uber juga membela diri bahwa mereka sudah berubah dibanding yang dulu.
"Kami menghormati keputusan Pengadilan Mahkamah Inggris yang fokus terhadap sejumlah kecil soper yang menggunakan aplikasi Uber di tahun 2016. Kami sudah banyak berubah dengan semua itu didorong kebutuhan sopir. Hal itu termasuk memberi mereka kebebasan soal ritme bekerja," ujar Manajer Regional Uber untuk wilayah Eropa Timur dan Utara, Jamie Heywood.
Di pasar saham Amerika, nilai Uber turun 2,5 persen.
Secara hukum, tahapan selanjutnya adalah kasus ini kembali di bawah Pengadilan Tenaga Kerja. Di sana, hakim bisa memerintahkan Uber untuk membayar biaya kompensasi dari sopir-sopirnya.
Adapun putusan tersebut tidak akan hanya berdampak ke Uber ke depannya. Putusan Pengadilan Mahkamah Inggris terhadap Uber akan menjadi acuan untuk pengajuan hak-hak buruh pada layanan serupa. Apalagi, di masa pandemi, mulai banyak orang yang bekerja sebagai pengantar makanan ataupun kurir yang serupa dengan sopir taksi online.
Baca juga: Pria Inggris Pilih Dipenjara Dibanding Lockdown COVID-19 Bersama Rekan Serumah
ISTMAN MP | CNN