Kisah Sekolah di Kenya untuk Para Mama Muda
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Senin, 8 Februari 2021 19:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Suara bayi dan tawanya yang khas memenuhi ruang kelas di Serene Haven Secondary, yakni sebuah sekolah di kaki sebuah bukit Gunung Kenya. Here, 17 tahun, mama muda yang juga sedang mengandung, datang untuk menuntut ilmu ke sekolah itu, yang disebutnya kesempatan kedua untuk menuntaskan sekolahnya.
Data Pemerintah Kenya memperlihatkan murid perempuan yang hamil biasanya akan diminta untuk keluar dari sekolah. Pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, masalah logistik, stigma, keuangan dan kehamilan memaksa sekitar 13 ribu murid perempuan untuk drop-out (keluar) dari sekolah. Pada tahun ini, angka tersebut kemungkinan meningkat.
Badan-badan keamanan di Kenya menyebut lockdown karena Covid-19 telah membuat sekolah tatap muka ditiadakan. Kondisi ini secara tidak langsung meningkatkan kehamilan di kalangan remaja dan kekerasan seksual
Baca juga: Intip Cara Mama Muda Nia Ramadhani Mengasuh 3 Anak
Baca juga: Kisah Inspiratif, Mama Muda Melawan Kanker Demi Anak
Emily, 17 tahun, menceritakan dia mengalami kekerasan dari seorang laki-laki, yang menjanjikan akan mengajarinya selama sekolah diliburkan gara-gara Covid-19.
“Ibu saya tidak mengizinkan saya untuk kembali ke sekolah. Saya sangat waswas, kalau mereka (teman di sekolah) akan menjahati saya atau meledek saya,” kata Emily.
Emily lalu bertemu dengan Elizabeth Wanjiru Muriuki, mantan relawan yang mendirikan sebuah sekolah gratis dengan day care (perawatan bayi) dan jasa konseling bernama Serene Haven. Sekolah itu dibuka pada Januari 2021 lalu ketika beberapa sekolah di Kenya mulai buka.
Serene Haven didatangi oleh mama – mama muda. Mereka masuk ke ruang perpustakaan dan bangunan lain sekolah sambil menggendong bayi mereka. Ada seorang perawat yang akan membantu ketika dibutuhkan.
“Awalnya, kami hanya memiliki tiga bayi, yang berusia lebih dari satu tahun. Selama Covid-19, bayi-bayi lain lahir,” kata Muriuki.
Muriuki sendiri dulunya adalah seorang mama muda (ibu muda), yang punya anak di usia remaja. Namun dia berhasil merampungkan sekolahnya dan berkarir.
Dia lalu melihat beberapa remaja perempuan di Kenya dalam kondisi terpuruk, bahkan merasa ini adalah kiamat bagi mereka. Muriuki pun lalu berbagi cerita tentang pengalamannya hingga remaja-remaja perempuan itu termotivasi untuk bangkit.
Sumber: https://www.reuters.com/article/lifedata-styleMolt/idUSKBN2A4157