Ada Kesalahan Pemberian Dosis Vaksin Covid-19 AstraZeneca Saat Uji Klinis

Selasa, 2 Februari 2021 08:00 WIB

Ekspresi Robyn Porteous, saat melakukan uji coba vaksin Covid-19 AstraZeneca di Wits RHI Shandukani Research Center di Johannesburg, Afrika Selatan, 27 Agustus 2020. Uji coba tahap akhir kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca dihentikan untuk sementara. Langkah itu ditempuh setelah salah seorang relawan yang telah mendapatkan suntikan calon vaksin jatuh sakit. REUTERS/Siphiwe Sibeko

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 1.500 sukarelawan awal dalam uji klinis tahap akhir vaksin Covid-19 Oxford/AstraZeneca diberi dosis yang salah, tetapi mereka tidak diberi tahu ada kesalahan setelah kesalahan tersebut ditemukan, menurut dokumen yang diperoleh Reuters.

Sebaliknya, kesalahan dosis disajikan kepada peserta uji coba dalam surat tertanggal 8 Juni sebagai kesempatan bagi peneliti Universitas Oxford untuk mempelajari seberapa baik vaksin bekerja pada dosis yang berbeda. Surat itu ditandatangani oleh kepala penyelidik uji klinis, profesor Oxford Andrew J. Pollard, dan dikirim ke subjek uji coba.

Seperti yang dilaporkan Reuters pada 24 Desember, peserta diberi sekitar setengah dosis karena kesalahan pengukuran oleh para peneliti Oxford. Surat Pollard tidak menyatakan adanya kesalahan. Juga tidak diungkapkan bahwa para peneliti telah melaporkan masalah tersebut kepada regulator medis Inggris, yang kemudian mengatakan kepada Oxford untuk menambahkan kelompok uji lain untuk menerima dosis penuh, sejalan dengan rencana awal uji coba.

Tidak ada indikasi adanya risiko bagi kesehatan peserta uji coba.

Banyak yang mengandalkan vaksin yang dikembangkan Inggris, yang sedang diluncurkan di seluruh Inggris dan telah disebut-sebut sebagai senjata murah melawan pandemi. Suntikan ini telah diawasi dengan cermat karena kesalahan dosis dalam uji coba Oxford dan kurangnya data tentang kemanjurannya pada orang tua yang paling rentan terhadap virus.

Advertising
Advertising

Reuters membagikan surat tersebut, yang diperoleh dari universitas melalui permintaan Kebebasan Informasi, dengan tiga pakar berbeda dalam etika kedokteran. Semua ahli etika mengatakan itu menunjukkan para peneliti mungkin tidak transparan dengan peserta uji coba. Relawan dalam uji klinis seharusnya terus mendapat informasi lengkap tentang perubahan apapun.

"Mereka sama sekali tidak jelas tentang apa yang perlu mereka perjelas, apa yang terjadi, apa yang mereka ketahui, alasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut," kata Arthur L. Caplan, kepala pendiri Divisi Etika Medis di Universitas New York Sekolah Kedokteran Grossman.

Steve Pritchard, juru bicara Oxford, mengatakan "kelompok dosis setengah tidak direncanakan, tetapi kami mengetahui sebelumnya bahwa ada perbedaan dalam pengukuran dosis dan membahas hal ini dengan regulator sebelum pemberian dosis dan kapan dosis direvisi."

Pritchard juga berkata, "Kami belum menyatakan bahwa kesalahan dosis terjadi."

Pollard tidak menanggapi permintaan komentar.

Juru bicara Pollar mengatakan bahwa tidak ada kesalahan yang dibuat bertentangan dengan dokumen yang dibuat tahun lalu oleh Oxford dan mitra vaksinnya, raksasa obat AstraZeneca PLC. Pada bulan Desember, Reuters melaporkan bahwa "Global Statistical Analysis Plan" oleh Oxford/AstraZeneca, tertanggal 17 November dan kemudian diterbitkan dalam jurnal ilmiah The Lancet, menyebut perbedaan dosis sebagai "kesalahan perhitungan potensi."

Seorang juru bicara AstraZeneca menolak berkomentar.

Vaksin Covid-19 AstraZeneca. REUTERS/Dado Ruvic

Health Research Authority, sebuah badan pemerintah Inggris yang bertanggung jawab untuk menyetujui penelitian medis dan memastikan perihal etisnya, mengatakan perubahan pada desain penelitian dan surat yang dikirim ke peserta telah disetujui oleh salah satu komite etikanya.

Vaksin Oxford/AstraZeneca baru-baru ini telah mendapat izin untuk digunakan di semakin banyak negara, termasuk Inggris Raya, Uni Eropa, dan India. Inggris menjadi negara pertama yang menyetujuinya, dan mulai meluncurkan vaksin pada 4 Januari.

Tetapi pertanyaan seputar uji klinis terus mengganggu keberadaan vaksin. Minggu lalu, komite vaksin Jerman merekomendasikan vaksin ini hanya boleh diberikan kepada orang yang berusia di bawah 65 tahun, sementara Uni Eropa, yang mengesahkannya pada hari Jumat untuk orang berusia 18 tahun ke atas, menurunkan tingkat kemanjuran yang dilaporkan dari 70,4% menjadi 60%. Dalam kedua kasus tersebut, pihak berwenang mengutip kurangnya data yang cukup dari uji klinis.

Uni Eropa juga mengkritik tajam AstraZeneca karena mengurangi pengiriman vaksin yang direncanakan ke Uni Eropa selama beberapa bulan ke depan. Perusahaan mengatakan sedang melakukan yang terbaik untuk meningkatkan pasokan.

Kesalahan setengah dosis, yang mendorong surat pada bulan Juni kepada peserta uji coba, terus menjadi faktor dalam kemanjuran vaksin Oxford/AstraZeneca yang dilaporkan.

Dalam mengesahkan vaksin, regulator Inggris, Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat-obatan (MHRA), menerima hasil yang dikumpulkan, tetapi tidak menyetujui pemberian jumlah dosis setengah/dosis penuh. "Tidak ada bukti persuasif tentang perbedaan nyata dalam kemanjuran vaksin antara dua jumlah dosis yang berbeda," katanya.

Uji klinis tahap akhir vaksin dimulai pada 28 Mei. Dalam beberapa hari, peneliti Oxford menyadari bahwa peserta uji coba telah diberi dosis yang lebih rendah dari yang direncanakan setelah mereka menunjukkan efek samping yang lebih ringan dari yang diharapkan, seperti demam dan kelelahan. Mereka memberi tahu regulator medis Inggris.

Pada 5 Juni, para peneliti mengubah protokol percobaan atas permintaan regulator untuk menambahkan kelompok baru yang akan menerima dosis penuh vaksin yang tepat. Tiga hari kemudian, mereka memberi tahu subjek uji coba tentang apa yang mereka sebut "perubahan terbaru dalam penelitian" dalam surat dua halaman yang dilampirkan pada "Lembar Informasi Peserta" 13 halaman yang diperbarui.

Surat itu, yang ditandatangani oleh kepala penyelidik Pollard, menyatakan bahwa para peneliti "tidak yakin dengan dosis vaksin apa yang paling mungkin melindungi terhadap penyakit COVID", dan menjelaskan bahwa dosis "diukur menggunakan metode uji ilmiah standar." Dikatakan bahwa peserta uji coba tahap akhir menerima dosis yang diukur menggunakan satu metode, dan bahwa kelompok lain akan menerima dosis yang diukur menggunakan tes yang berbeda untuk mencocokkan dosis yang diberikan dalam uji klinis vaksin lain.

Dikatakan bahwa dosis yang lebih rendah "masih dalam kisaran dosis normal yang digunakan dalam uji klinis" dan "jika dapat memberikan perlindungan, mungkin lebih baik untuk digunakan dalam program vaksin."

Baca juga: Vaksin AstraZeneca Segera Tiba di Indonesia, Lansia Boleh Vaksin Covid-19?

Caplan mengatakan penjelasannya akan tidak menarik sama sekali untuk subjek tersebut karena terlalu teknis. "Bagi saya, itu omong kosong. Apa yang ingin Anda ketahui adalah, mengapa mereka melakukan ini, kami melakukan kesalahan, ini melibatkan pemberian dosis, kami tidak mengkhawatirkannya," ujar Caplan.

Caplan dan ahli etika lain yang diwawancarai oleh Reuters mengatakan para peneliti wajib menghubungi subjek tes ketika ada yang salah.

"Mempresentasikan variasi dosis sebagai perubahan yang direncanakan dalam studi berpotensi melanggar kepercayaan jika sebenarnya dosis tersebut dihasilkan dari kesalahan. Surat tersebut menjelaskan perubahan dosis tetapi bukan alasan perubahan itu," kata Emma Cave, seorang profesor hukum perawatan kesehatan di sekolah hukum Universitas Durham.

Oxford telah melaporkan hasil sementara pada November yang menunjukkan tingkat kemanjuran untuk subjek percobaan yang secara keliru menerima setengah dosis dan suntikan penguat dosis penuh berikutnya adalah 90%, dan bahwa tingkat untuk mereka yang menerima dua dosis penuh adalah 62%. Menggabungkan data dari dua jumlah takaran dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca/Oxford menghasilkan tingkat kemanjuran 70,4%.

REUTERS

Sumber:

https://www.reuters.com/article/us-health-coronavirus-vaccine-oxford-exc/exclusive-oxford-kept-covid-19-vaccine-trial-volunteers-in-dark-about-dosing-error-letter-shows-idUSKBN2A1263

Berita terkait

Respons Isu Efek Langka Vaksin AstraZeneca, Budi Gunadi: Benefitnya Jauh Lebih Besar

1 hari lalu

Respons Isu Efek Langka Vaksin AstraZeneca, Budi Gunadi: Benefitnya Jauh Lebih Besar

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka suara soal efek samping langka dari vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

1 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

2 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina

2 hari lalu

Top 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina

Top 3 dunia, AstraZeneca, untuk pertama kalinya, mengakui dalam dokumen pengadilan bahwa vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping

Baca Selengkapnya

Untuk Pertama Kali, AstraZeneca Akui Vaksin Covidnya Punya Efek Samping Langka

3 hari lalu

Untuk Pertama Kali, AstraZeneca Akui Vaksin Covidnya Punya Efek Samping Langka

Perusahaan farmasi AstraZeneca digugat dalam gugatan class action atas klaim bahwa vaksin Covid-19 produksinya menyebabkan kematian dan cedera serius

Baca Selengkapnya

Kejaksaan Agung Geledah Rumah Helena Lim, Kasus Apa? Ini Profil Crazy Rich PIK dan Sederet Kontroversinya

48 hari lalu

Kejaksaan Agung Geledah Rumah Helena Lim, Kasus Apa? Ini Profil Crazy Rich PIK dan Sederet Kontroversinya

Crazy rich PIK Helena Lim menjadi sorotan lantaran rumahnya digeledah Kejaksaan Agung, dugaan kasus korupsi izin tambang timah. Siapakah dia?

Baca Selengkapnya

Pria Ini Sudah Disuntik Vaksin Covid-19 217 Kali, Apa Dampaknya?

58 hari lalu

Pria Ini Sudah Disuntik Vaksin Covid-19 217 Kali, Apa Dampaknya?

Seorang pria di Jerman mendapat suntikan Vaksin Covid-19 sebanyak 217 kali dalam waktu 29 bulan.

Baca Selengkapnya