TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan farmasi AstraZeneca membalas ultimatum Uni Eropa soal keterlambatan dan pemangkasan suplai vaksin COVID-19 ke anggotanya. CEO AstraZeneca, Pascal Soriot, menyatakan bahwa perusahaannya tidak memiliki kewajiban untuk mengekspor vaksin COVID-19 pada periode tertentu seperti yang diklaim Uni Eropa.
Soriot menjelaskan, secara kontrak, perusahaannya hanya sepakat untuk menyediakan vaksin COVID-19 dalam jumlah yang disepakati. Perihal kapan suplai vaksin itu dikirim, ia menyatakan hal tersebut tidak diatur dalam kontrak. Walau begitu, perusahaannya akan tetap mengupayakan pengiriman vaksin COVID-19 sesegera mungkin meski jumlahnya dipangkas.
"Dan, karena negara seperti Inggris lebih cepat menuntaskan pemesanan vaksin COVID-19, hal itu membuat kami tidak bisa berkomitmen untuk mengirimkan vaksin ke Eropa sesuai jadwal (yang diperkirakan)," ujar Soriot, dikutip dari CNN, Rabu, 27 Januari 2021.
Soriot melanjutkan, Inggris menuntaskan administrasi pemesanan vaksin COVID-19 ke perusahaannya tiga bulan lebih awal dibanding Uni Eropa. Alhasil, Inggris mendapat prioritas pengiriman vaksin COVID-19 lebih dulu dan ia tidak bisa mengalihkan suplai Inggris ke Eropa.
Selisih tiga bulan yang dimiliki Inggris, kata Soriot, cukup untuk membereskan segala masalah rantai pasokan di sana yang sekarang terjadi di Eropa. Alhasil, Inggris relatif tidak memiliki masalah dalam hal vaksin COVID-19 walaupun mereka harus mengejar target 7 juta vaksinasi dua pekan ke depan.
Baca juga: Produksi Vaksin COVID-19 Bermasalah, Uni Eropa Ultimatum Pfizer dan AstraZeneca
Vaksin Covid-19 AstraZeneca. REUTERS/Dado Ruvic
"Dengan Eropa, kami beberapa bulan tertinggal dalam memperbaiki masalah rantai pasokan (dibanding Inggris)...Inggris menandatangani kontrak lebih dulu dan mereka minta diprioritaskan. Menurut saya itu adil."
"Apakah saya berharap semuanya berjalan lebih baik? Tentu saja. Namun, perlu kamu tahu, jumlah pengiriman yang kami rencanakan di bulan Februari itu tidak kecil. Kami berencana mengirim jutaan dosis ke Eropa," ujar Soriot membela diri.
Untuk memastikan perusahannya bisa mengirimkan vaksin COVID-19 sebanyak mungkin, Soriot mengatakan dirinya sudah meneken kerjasama dengan 20 rekan di 15 negara. Harapannya, kerjasama tersebut bisa mengejar ketertinggalan walaupun dia tidak mau memasang ekspekatsi berlebihan.
"Kontrak kami dengan Eropa itu bukan berupa komitmen...Sederhananya kami menegaskan bahwa kami akan berupaya sebaik mungkin, namun kami tidak bisa menjamin bakal sukses. Kenyataannya, kami sedikit terlambat," ujarnya mengakhiri.
Diberitakan sebelumnya, AstraZeneca memangkas suplai vaksin COVID-19 ke Eropa untuk kuartal pertama sebanyak 60 persen. Mereka melakukan hal itu karena masalah produksi.
Anggota Uni Eropa marah besar atas keterlambatan itu. Menurut mereka, AstraZeneca tidak menepati janji dan menganggu kampanye vaksinasi COVID-19 mereka yang pada ujungnya menghambat pemulihan ekonomi. Atas hal tersebut, Uni Eropa mengancam membatasi ekspor vaksin AstraZeneca ke negara lain, tak terkecuali Inggris.
Uni Eropa menegaskan bahwa rencana pembatasan ekspor tersebut bukan untuk memonopoli suplai vaksin COVID-19, namun untuk memastikan bahwa mereka mendapat apa yang dijanjikan.
Baca juga: Inggris Khawatir Uni Eropa Tahan Pengiriman Vaksin COVID-19 ke Negara Lain
ISTMAN MP | CNN
https://edition.cnn.com/2021/01/27/business/astrazeneca-ceo-eu-criticism/index.html