Anggota Pertahanan Udara Iran bersiap meluncurkan rudal dalam latihan militer di Iran 20 Oktober 2020. Sebelumnya embargo senjata guna mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, menimbulkan kemarahan dari pihak militer. Mereka menduga ia dibunuh oleh musuh-musuh Iran yang khawatir Fakhrizadeh masih terlibat dalam program nuklir.
"Pembunuhan ia menunjukkan betapa dalamnya kebencian musuh-musuh kami," ujar Menteri Pertahanan Iran, Brigadir Jenderal Amir Hatami, dikutip dari kantor berita Reuters, Jumat, 27 November 2020.
Diberitakan sebelumnya, Mohsen Fakhrizadeh tewas ditembak di Tehran. Pembunuhnya menembaki mobil Mohsen Fakhrizadeh ketika ia berada di dalamnya. Menurut keterangan sejumlah saksi, mobil lain pun juga diserang sebelum tembakan diarahkan ke Mohsen Fakhrizadeh.
Siapa dalang di balik pembunuhan itu belum diketahui. Penyelidikan tengah dilakukan. Adapun penasehat militer dari Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei, Hossein Dehghan, bersumpah Iran akan membalas pelakunya begitu diidentifikasi.
"Kami akan menyerang bak halilintar kepada pembunuh martir ini (Mohsen Fakhrizadeh) dan kami akan membuat mereka menyesal," ujar Dehghan.
Mohsen Fakhrizadeh, selama ini, dikenal sebagai salah satu ilmuwan nuklir Iran paling berpengaruh. Selama hidup, ia sempat memimpin beberapa proyek senjata nuklir Iran. Oleh karenanya, negara-negara barat dan Israel memandangnya sebagai otaknya nuklir Iran.
Pada tahun 2003 lalu, ia dikabarkan tak lagi terlibat dalam program nuklir. Program yang ia pimpin pun ditutup. Namun, sejumlah negara menyakini ia diam-diam masih terlibat. Apalagi, program pengayaan nuklir Iran dikabarkan masih berlanjut walau mereka sudah meneken kesepakatan pembatasan nuklir pada 2015 lalu (JCPOA).
Sebagai catatan, pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh menjadi kasus kedua di mana figur penting terkait militer Iran dibunuh. Sebelum ia adalah pembunuhan Jenderal Qaseem Soliemani pada Januari lalu. Ia dibunuh oleh Militer Amerika dalam sebuah serangan drone di Baghdad, Irak. Amerika beralasan Iran merencanakan serangan ke kantor-kantor misi diplomatik Amerika.