Putin dan Macron Minta Armenia - Azerbaijan Stop Bertempur di Nagorno-Karabakh

Kamis, 1 Oktober 2020 12:15 WIB

Seorang tentara Armenia menembakkan artileri saat pertempuran dengan pasukan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh pada 29 September 2020. Defence Ministry of Armenia/Handout via REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan yang tak kunjung usai di Nagorno-Karabakh membuat negara-negara tetangga gerah. Mereka khawatir konflik yang terjadi melebar, menjadi perang yang lebih besar. Rusia dan Prancis menjadi negara kesekian yang mendesak keduanya untuk melakukan gencatan senjata.

Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menelpon kedua kubu. Mereka berencana menggelar negosiasi gencatan senjata sesegera mungkin untuk mengendalikan situasi di Nagorno-Karabakh.

"Vladimir Putin dan Emmanuel Macron telah mengontak kedua kubu yang berperang, meminta mereka gencatan senjata seutuhnya, menahan diri, dan meredakan tensi," ujar keterangan pers Kremlin, Pemerintah Pusat Rusia, Kamis, 1 Oktober 2020.

Untuk memastkan kedua kubu mau bernegosiasi, Kremlin menyatakan bahwa baik Rusia maupun Prancis telah menyusun sejumlah parameter damai. Hal itu untuk memastikan negosiasi berjalan lancar dan kedua kubu merasa mendapat perlakuan adil.

Diberitakan sebelumnya, baik Armenia maupun Azerbaijan ogah untuk melakukan gencatan senjata. Mereka mengaku baru mau berhenti apabila kubu lawan dengan sukarela menghentikan serangan. Karena kedua kubu saling tuduh atas pertempuran di Nagorno-Karabakh, gencatan menjadi sulit terjadi.

"Jika Armenia memenuhi permintaan kami (menghentikan serangan), maka pertempuran dan pertempuran darah akan berakhir, damai akan tercipta di Nagorno-Karabakh," ujar Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.

Sementara itu, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengaku ogah berbicara soal negosiasi. Menurutnya, hal itu tak pantas dibicarakan di tengah-tengah pertempuran dengan Azerbaijan.

Di Nagorno-Karabakh, yang dikuasai Armenia, warga-warga pria sudah masuk ke kamp rekrutmen untuk bergabung dengan pasukan yang bertempur. Hal itu mengingat hukum militer telah diterapkan. Adapun pemimpin Karabakh, Arayik Harutyunyan, mengatakan Armenia bersiap untuk skenario perang jangka panjang.

Per berita ini ditulis, jumlah korban pertempuran di Nagorno-Karabakh sudah lebih dari 100 jiwa. Armenia mengklaim kehilangan 104 pasukan dan 23 warga sipil. Azerbaijan melaporkan 130 prajuritnya meninggal dan 200 luka-luka.

ISTMAN MP | AL JAZEERA

News link:
https://www.aljazeera.com/news/2020/10/1/putin-macron-call-for-nagorno-karabakh-ceasefire-as-deaths-mount

Berita terkait

Vladimir Putin Kembali Dilantik sebagai Presiden Rusia untuk Periode Kelima

6 jam lalu

Vladimir Putin Kembali Dilantik sebagai Presiden Rusia untuk Periode Kelima

Vladimir Putin kembali menjabat sebagai presiden Rusia untuk periode kelima selama enam tahun ke depan. Bakal mengalahkan rekor Stalin.

Baca Selengkapnya

Emmanuel Macron Mengutuk Unjuk Rasa Mahasiswa Pro-Palestian yang Menutup Paksa Gerbang Kampus

1 hari lalu

Emmanuel Macron Mengutuk Unjuk Rasa Mahasiswa Pro-Palestian yang Menutup Paksa Gerbang Kampus

Emmanuel Macron mengutuk blokade oleh demonstran pro-Palesitna yang menutup pintu-pintu gerbang masuk ke universitas.

Baca Selengkapnya

Rusia Masukkan Volodymyr Zelensky Dalam Daftar Buronan

2 hari lalu

Rusia Masukkan Volodymyr Zelensky Dalam Daftar Buronan

Kementerian Dalam Negeri Rusia mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Baca Selengkapnya

Emmanuel Macron Minta Hizbullah Ditarik dari Perbatasan Israel-Lebanon

16 hari lalu

Emmanuel Macron Minta Hizbullah Ditarik dari Perbatasan Israel-Lebanon

Emmanuel Macron rapat dengan Perdana Menteri Lebanon untuk mendiskusikan kelompok Hizbullah.

Baca Selengkapnya

Sejarah Persia Jadi Iran, Bagaimana Syiah jadi Aliran Mayoritas di Negara Itu?

18 hari lalu

Sejarah Persia Jadi Iran, Bagaimana Syiah jadi Aliran Mayoritas di Negara Itu?

Iran dulunya merupakan bagian dari kekaisaran Persia. Lalu berganti nama. Salah satu paham aliran Syiah tumbuh paling subur di negara tersebut.

Baca Selengkapnya

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

29 hari lalu

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

Rwanda pada Minggu memulai peringatan selama satu pekan untuk memperingati 30 tahun genosida terhadap ratusan ribu warga etnis Tutsi pada 1994.

Baca Selengkapnya

Traveling ke Eropa Tak Melulu Prancis dan Italia, Ada Armenia yang Menarik Dikunjungi

37 hari lalu

Traveling ke Eropa Tak Melulu Prancis dan Italia, Ada Armenia yang Menarik Dikunjungi

Beberapa blogger perjalanan yang mengunjungi Armenia mengaku selalu ingin kembali mengunjungi negara tersebut

Baca Selengkapnya

Vladimir Putin Tak Ingin Serang Negara Anggota NATO

40 hari lalu

Vladimir Putin Tak Ingin Serang Negara Anggota NATO

Vladimir Putin memastikan Rusia tidak punya rencana apapun pada negara anggota NATO dan tidak akan menyerang.

Baca Selengkapnya

24 Tahun Vladimir Putin Menjadi Presiden Rusia, Pemilu Tahun ini Menang Besar

42 hari lalu

24 Tahun Vladimir Putin Menjadi Presiden Rusia, Pemilu Tahun ini Menang Besar

24 tahun, Vladimir Putin berhasil mempertahankan tahta politiknya. Bagaimana rekam jejaknya berkuasa sebagai Presiden Rusia terlama?

Baca Selengkapnya

Teror Penembakan di Gedung Konser Moskow, Sebelumnya Terjadi di Austria, Belanda, dan Amerika Serikat

43 hari lalu

Teror Penembakan di Gedung Konser Moskow, Sebelumnya Terjadi di Austria, Belanda, dan Amerika Serikat

Serangan teror penembakan di gedung konser Moskow tewaskan ratusan orang. Kejadian penembakan massa pernah terjadi di beberapa negara. Mana saja?

Baca Selengkapnya