Para tenaga medis melihat aksi tim aerobatik Blue-Impulse dari Angkatan Udara Jepang saat beraksi di langit untuk memberi hormat pada para tenaga medis yang telah berjuang menjadi garda terdepan melawan virus corona di atas Rumah Sakit Self-Defense Forces Central Hospital di Tokyo, Jepang, 29 Mei 2020. REUTERS/Issei Kato
TEMPO.CO, Jakarta - Pekerja medis Jepang memilih untuk tidak menggunakan database online virus Corona (COVID-19) yang diimplementasikan Pemerintah Jepang sejak Mei lalu. Menurut mereka, sistem yang dinamai HER-SYS tersebut terlalu rumit dan memakan waktu.
Dikutip dari kantor berita Reuters, hanya 40 persen institusi medis di Jepang yang menggunakan HER-SYS. Dengan kata lain, mayoritas institusi medis di Jepang masih lebih memilih melaporkan penanganan virus Corona dengan mesin fax atau berkas fisik.
"Kami tidak memiliki cukup personil yang mau belajar demi bisa menggunakan sistem tersebut," ujar Direktur Perawatan Intensif di Kyoto Prefectural University fo Medicine, Satoru Hashimoto, Rabu, 30 September 2020.
Hal senada disampaikan oleh Manajer Pengendalian Infeksi dari St.Luke International Hospital, Fumie Sakamoto. Ia berkata, pelaporan dengan HER-SYS terlalu memakan waktu dan merepotkan karena banyaknya bagian yang harus diisi. Alhasil, rumah sakitnya memilih untuk bertahan dengan sistem yang ada.
HER-SYS diketahui memang memasukkan banyak hal yang harus diisi oleh pekerja medis. Total, ada 120 kolom. Bagi mereka, lebih baik waktu pengisian digunakan untuk hal lainnya yang lebih urgent.
Penolakan pekerja medis terhadap HER-SYS menjadi tantangan untuk PM Jepang yang baru, Yoshihide Suga. Salah satu rencana kerjanya adalah melakukan digitalisasi pelaporan di dalam institusi Pemerintah Jepang, termasuk rumah sakit. Hal itu sendiri adalah peninggalan PM sebelumnya, Shinzo Abe.
Hal itu diharapkan bisa membuat Pemerintah Jepang makin gesit, efektif, dan efisien dalam bekerja. Selain itu, mengurangi inkonsistensi antar laporan atau data yang diterima.
"Kami telah menggelar survei untuk memperbaiki sistem (HER-SYS) dan juga meminta masukan ke satuan kerja soal bagaimana memperbaikinya. Kami ingin membuat hal ini semakin mudah digunakan dan nyaman," ujar keterangan Kementerian Kesehatan.
Per berita ini ditulis, Jepang tercatat memiliki 82 ribu kasus dan 1500 korban jiwa akibat virus Corona.