PBB Kritik Praktik Kekerasan Polisi Semasa Lockdown Corona

Selasa, 28 April 2020 08:05 WIB

Seorang pria berjalan di depan grafiti hasil karya kelompok pemuda Mathare Roots sebagai kampanye atas cara memutus wabah Virus Corona di perkampungan kumuh Lembah Mathare, di Nairobi, Kenya, 19 April 2020. REUTERS/Thomas Mukoya

TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Hak Asasi Manusia di PBB menyampaikan kekhawatirannya soal praktik kekerasan selama penerapan lockdown virus Corona (COVID-19). Terutama, praktik kekerasan yang dilakukan aparat penegak hukum. Menurut temuan mereka, kurang lebih ada 10 negara yang bermasalah dalam melakukan penertiban selama lockdown.

"Situasi darurat tidak boleh dijadikan senjata untuk menekan warga atau mempertahankan kekuasaan mereka," ujar Komisioner PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia, Senin, 27 April 2020.

Bachelet mengatakan, sejauh ini ada 15 negara yang tercatat menggunakan kekerasan secara berlebihan selama lockdown virus Corona. Mereka adalah Nigeria, Kenya, Afrika Selatan, Filipina, Sri Lanka, El Salvador, Republik Dominika, Peru, Honduras, Yordania, Moroko, Kamboja, Uzbekistan, Iran, dan Hungaria.

Aksi kekerasan yang mereka lakukan beragam menurut Bachelet. Beberapa di antaranya adalah menyerang warga, memenjarakan warga tanpa dasar hukum yang jelas, serta membunuh warga. PBB menyebutnya sebagai "toxic lockdown".

Menurut Direktur Operasional Lapangan, Georgette Gagnon, Filipina adalah salah satu negara yang menerapkan toxic lockdown terparah. Hal itu dilihat dari berapa banyak warga yang mereka tahan selama lockdown. Dalam sebulan terakhir, kata Gagnon, Filipina telah memenjarakan 120 ribu orang dengan tuduhan melanggar jam malam.

Selain Filipina, Kenya juga merupakan salah satu yang terparah. Gagnon berkata, setidaknya ada 20 kasus kematian di Kenya yang diduga berkaitan dengan penertiban lockdown. Setelah Kenya, ada Nigeria yang tercatat memiliki 18 kasus kematian terkait hal sama.

"Seperti yang dikatakan komisioner, polisi atau aparat penegak hukum melakukan penertiban secara berlebihan atau bahkan mematikan semasa lockdown di beberapa negara," ujar Gagnon.

Gagnon menambahkan bahwa ada hal lain yang patut dicatat mengenai perilaku penegak hukum selama lockdown. Hal lain itu adalah pemerasan. Di Afrika, sejumlah aparat penegak hukum memeras warga apabila tidak ingin dikarantina bersama penderita COVID-19 lainnya.

"Mereka yang tidak bisa membayar, terutama orang miskin, akan dibawa ke tempat karantina meskipun mereka tidak memiliki indikasi tertular virus Corona," ujar Gagnon.

Perihal Cina, Gagnon mengaku kebanyakan laporan yang ia terima berkaitan dengan pembatasan kebebasan berpendapat. Wujudnya beragam mulai dari sensor, intimidasi, penangkapan, serta detensi. Detensi itu sendiri tidak melihat profesi karena ada dokter, petugas medis, jurnalis, dan aktivis HAM yang sudah menjadi korbannya.

Hingga berita ini ditulis, belum semua negara memberikan tanggapan langsung soal toxic lockdown. Salah satu yang sudah adalah Kenya di mana Presiden Uhuru Kenyatta mengajukan permintaan maaf atas kekerasan polisi.

ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA


Berita terkait

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

2 jam lalu

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

Terpopuler bisnis: Keselamatan warga sekitar terancam karena smelter PT KFI kerap meledak. Pemerintah klaim pembebasan lahan IKN tidak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Terkini: Penjelasan Wamendag Aturan Impor Tiga Kali Direvisi, Derita Warga Sekitar Smelter Nikel PT KFI

14 jam lalu

Terkini: Penjelasan Wamendag Aturan Impor Tiga Kali Direvisi, Derita Warga Sekitar Smelter Nikel PT KFI

Pemerintah telah merevisi kebijakan impor menjadi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Wamendag sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

17 jam lalu

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

OJK mengungkap prediksi kredit bermasalah perbankan.

Baca Selengkapnya

PBB Sahkan Resolusi Indonesia soal Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

21 jam lalu

PBB Sahkan Resolusi Indonesia soal Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

PBB melalui UNODC mengesahkan resolusi yang diajukan Indonesia mengenai penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris.

Baca Selengkapnya

OCHA Ingatkan Warga Sudan Terancam Kelaparan dan Wabah Penyakit

1 hari lalu

OCHA Ingatkan Warga Sudan Terancam Kelaparan dan Wabah Penyakit

Dari total sumbangan dana USD2.7 miliar (Rp43 triliun) yang dibutuhkan, baru 12 persen yang diterima OCHA untuk mengatasi kelaparan di Sudan.

Baca Selengkapnya

PBB: Dermaga Bantuan Terapung Buatan AS di Gaza Kurang Layak

1 hari lalu

PBB: Dermaga Bantuan Terapung Buatan AS di Gaza Kurang Layak

PBB menyebut dermaga terapung yang baru saja selesai dibangun di Gaza untuk pengiriman bantuan dinilai kurang layak dibandingkan jalur darat

Baca Selengkapnya

Daftar Negara yang Mendukung Palestina, Ada Indonesia

1 hari lalu

Daftar Negara yang Mendukung Palestina, Ada Indonesia

Mulai dari Indonesia hingga Afrika Selatan, berikut ini adalah negara yang mendukung Palestina melawan agresi Israel

Baca Selengkapnya

Mengenal Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura Baru yang Jago Main Gitar

3 hari lalu

Mengenal Lawrence Wong, Perdana Menteri Singapura Baru yang Jago Main Gitar

Berasal dari kalangan biasa, Lawrence Wong mampu melesat ke puncak pimpinan negara paling maju di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19, Terkait Efek Samping yang Bisa Sebabkan Kematian?

3 hari lalu

AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19, Terkait Efek Samping yang Bisa Sebabkan Kematian?

AstraZeneca menarik vaksin Covid-19 buatannya yang telah beredar dan dijual di seluruh dunia.

Baca Selengkapnya

PBB Rilis Data Korban di Gaza, Apakah Berbeda dari Data Hamas?

4 hari lalu

PBB Rilis Data Korban di Gaza, Apakah Berbeda dari Data Hamas?

Perubahan dalam cara PBB menghitung korban di Gaza telah disebut-sebut sebagai bukti adanya bias.

Baca Selengkapnya