Menkes Inggris Minta Gaji Pemain EPL Dipotong untuk Lawan Corona

Jumat, 3 April 2020 10:00 WIB

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock berbicara pada konferensi pers digital COVID-19 di 10 Downing Street di London, Inggris 2 April 2020. [Pippa Fowles / 10 Downing Street / Handout via REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan gaji pesepak bola Liga Premier Inggris harus dipotong untuk membantu Inggris melawan virus Corona.

"Saya pikir semua orang perlu memainkan peran mereka dalam upaya nasional ini dan itu juga berarti para pemain Liga Premier," kata Hancock pada Kamis ketika ditanya apakah adil jika beberapa pemain bintang menerima bayaran penuh ketika laga ditunda dan staf dirumahkan, dikutip dari Reuters, 3 April 2020.

Menurut Hancock, banyak pengorbanan yang dilakukan oleh warga Inggris terutama mereka yang bekerja di NHS (layanan kesehatan Inggris).

"Saya pikir hal pertama yang pemain Liga Premier dapat lakukan adalah memberikan kontribusi, memotong gaji dan memainkan peran mereka," katanya.

Pelatih dan mantan pesepak bola Inggris Gary Neville mengecam pernyataan Matt Hancock di Twitter karena menyarankan para pemain Liga Premier harus memotong gaji mereka, padahal para pemain sedang berusaha melakukan donasi untuk membantu krisis.

Advertising
Advertising

Sementara Neville juga mengkritik kurangnya pengujian virus untuk staf NHS.

"Saya berharap saya adalah pemain selama 10 menit lagi. Pemain PL kemungkinan besar sedang mengupayakan proposal untuk membantu klub, komunitas dan NHS. Butuh waktu lebih dari 2 minggu untuk disatukan," tweet Neville dikutip dari Daily Mail.

"Matt Hancock meminta mereka (dipotong gajinya) ketika dia tidak bisa mendapatkan tes untuk staf NHS adalah seorang f@@@@@g cheek!" lanjut Neville.

Professional Footballers Association (PFA) menolak melakukan pemotongan gaji pada hari Kamis karena gaji Liga Premier. Dalam sebuah pernyataan, organisasi bersikeras bahwa tidak akan ada pemotongan gaji bagi para pemain untuk mengurangi tekanan keuangan. "Jika klub mampu membayar pemain dan staf mereka, mereka harus melakukannya," kata pernyataan asosiasi.

Hancock hanyalah satu dari sejumlah orang yang meminta para pemain sepak bola untuk mengambil pemotongan gaji, terutama dengan beberapa klub seperti Tottenham dan Newcastle mengambil keuntungan dari skema retensi pekerjaan pemerintah untuk mengurangi staf yang tidak bermain dengan mengorbankan pembayar pajak, sementara para pemain masih mendapat gaji besar.

Sebelum pernyataan Hancock pada Kamis, ketua komite pemilihan Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga, Julian Knight, meminta pemerintah untuk mengenakan pajak tak terduga pada klub-klub yang menolak memotong gaji pemain.

PFA menuduh klub yang telah merumahkan staf hanya untuk melindungi kekayaan pemegang saham mereka.

"Para pemain yang kami ajak bicara mengakui bahwa staf yang tidak bermain adalah bagian penting dari klub mereka dan mereka tidak ingin melihat staf klub cuti dengan tidak adil," tulis pernyataan PFA.

Meski asosiasi menolak memotong upah pemain, ada rencana pribadi dari pemain sepak bola Inggris untuk membantu menangani krisis.

Sumber mengklaim bahwa sekelompok pesepak bola papan atas sedang mendiskusikan rencana tertutup untuk membuat sumbangan pribadi mereka sendiri demi membantu dalam perang melawan virus Corona.

Sampai sekarang, belum ada pemain Liga Premier yang menerima pemotongan gaji. Namun, manajer Bournemouth Eddie Howe menjadi bos papan atas sepak bola pertama yang melakukan pemotongan gaji dalam upaya untuk membantu penanganan virus Corona pada Rabu, disusul Graham Brighton dari Brighton pada Kamis.

Berita terkait

Irlandia Kewalahan Hadapi Naiknya Jumlah Imigran

2 jam lalu

Irlandia Kewalahan Hadapi Naiknya Jumlah Imigran

Dampak dari diloloskannya RUU Safety of Rwanda telah membuat Irlandia kebanjiran imigran yang ingin meminta suaka.

Baca Selengkapnya

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

21 jam lalu

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

Percepatan bantuan militer senilai US$6 miliar ke Ukraina mencerminkan kepanikan yang dirasakan oleh pemerintahan Joe Biden dan Kongres AS

Baca Selengkapnya

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

1 hari lalu

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

Raja Charles III sudah mendapat izin dari tim dokter untuk kembali bertugas setelah menjalani pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

3 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya

Mengintip The Black Dog, Pub yang Disebut Taylor Swift dalam Album Barunya

4 hari lalu

Mengintip The Black Dog, Pub yang Disebut Taylor Swift dalam Album Barunya

The Black Dog, pub di London mendadak ramai dikunjungi Swifties, setelah Taylor Swift merilis album barunya

Baca Selengkapnya

Ivan Gunawan Siap Resmikan Masjidnya di Uganda, Berikut Profil Negara di Afrika Timur Ini

8 hari lalu

Ivan Gunawan Siap Resmikan Masjidnya di Uganda, Berikut Profil Negara di Afrika Timur Ini

Ivan Gunawan berencana berangkat ke Uganda hari ini untuk meresmikan masjid yang dibangunnya. Ini profil Uganda, negara di Afrika Timur.

Baca Selengkapnya

112 Tahun Kapal Titanic Karam, Berikut Spesifikasinya dan Penyebab Tenggelam

9 hari lalu

112 Tahun Kapal Titanic Karam, Berikut Spesifikasinya dan Penyebab Tenggelam

Pada 15 April 1912, RMS Titanic karam di Atlantik Utara menabrak gunung es saat pelayaran dari Southampton di Inggris ke New York City

Baca Selengkapnya

Menlu Inggris: Israel Putuskan Balas Serangan Iran

10 hari lalu

Menlu Inggris: Israel Putuskan Balas Serangan Iran

Menteri Luar Negeri Inggris mengatakan Israel "jelas" telah memutuskan untuk membalas serangan rudal dan drone Iran.

Baca Selengkapnya

Mengingat Pembantaian Amritsar di India pada 1919, Tewaskan Ratusan Orang dan Ribuan Lainnya Terluka

14 hari lalu

Mengingat Pembantaian Amritsar di India pada 1919, Tewaskan Ratusan Orang dan Ribuan Lainnya Terluka

Pada 13 April 1919 terjadi pembantaian di Amritsar di Punjab, India. Berikut kilas balik peristiwa berdarah itu.

Baca Selengkapnya

Kurangi Usia Minimum Pengguna di Inggris dan Eropa, WhatsApp Dikecam

14 hari lalu

Kurangi Usia Minimum Pengguna di Inggris dan Eropa, WhatsApp Dikecam

Dengan langkah ini, WhatsApp telah membuat marah banyak orang.

Baca Selengkapnya