Turkmenistan Diklaim Melarang Kata Virus Corona, Benarkah?

Kamis, 2 April 2020 18:30 WIB

Presiden Turkmenistan Kurbanguly Berdymukhamedov berbicara pada konferensi pers di Tbilisi, Georgia, 2 Juli 2015. [REUTERS / David Mdzinarishvili]

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah laporan media menyebut Turkmenistan melarang kata "virus Corona" dan memenjarakan orang yang mengenakan masker.

Sejauh ini pemerintah Turkmenistan tidak melaporkan kasus virus Corona meski negara tetangganya, Afganistan dan Kazakhstan, apalagi Iran, mengkonfirmasi kasus infeksi.

Turkmenistan, sebuah negara Asia Tengah kaya minyak yang terisolasi dengan sistem otoritarianisme, telah mengklaim bahwa mereka tidak memiliki kasus virus Corona, dan dituduh menekan informasi tentang pandemi.

Menurut pemerintah Turkmenistan, tidak ada seorang pun di sana yang terinfeksi COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona baru, dikutip dari Business Insider, 2 April 2020.

Benarkah Turkmenistan melarang penyebutan kata virus Corona?

Advertising
Advertising

Adalah Radio Azatlyk, media berbahasa Turkmenistan dari Radio Free Europe/Radio Liberty, yang pertama kali melaporkan polisi berpakaian preman menangkap orang-orang karena membahas pandemi di depan umum atau mengenakan masker pelindung.

Pemerintah juga telah menghapus penyebutan virus Corona dari literatur informasi kesehatan masyarakat untuk populasi 5,7 juta, yang didistribusikan di rumah sakit dan sekolah, kata Radio Liberty.

"Penyangkalan informasi ini tidak hanya membahayakan warga Turkmenistan yang paling berisiko, tetapi juga memperkuat otoritarianisme yang dipaksakan oleh Presiden Gurbanguly Berdymukhamedov," kata Jeanne Cavelier, kepala Reporters Without Borders untuk kawasan Eropa Timur dan Asia Tengah.

Namun demikian, frasa "virus Corona" belum sepenuhnya hilang dari leksikon komunikasi pemerintah.

Siaran pers yang dikeluarkan oleh kantor berita negara Turkmenistan Today, pada 25 Maret, memberitakan tajuk utama: "Turkmenistan Membawa Warganya Kembali ke Tanah Air karena Pandemi Virus Corona."

Eurasianet, media yang fokus pada Asia Tengah dan wilayah Kaukasus, mengatakan pemblokiran kata "virus Corona" tidak tepat seperti yang digemborkan media.

Turkmenistan tidak memiliki media independen, tetapi ada beberapa media yang dikelola swasta. Media-media ini selama beberapa minggu terakhir telah merilis beberapa artikel tentang virus Corona, meski laporan menyebut Turkmenistan tidak memiliki masalah virus Corona.

Salah media melaporkan pada 1 April bahwa Departemen Kesehatan Turkmenistan telah membuat hotline telepon untuk anggota masyarakat yang ingin mengetahui informasi tentang virus Corona. Operator mengatakan bahwa orang-orang sering menelepon dengan berbagai pertanyaan dan bahwa tidak ada kebenaran pada klaim bahwa kata "virus Corona" dilarang.

Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdimuhamedov menyerahkan anak anjing Gembala Asia Tengah (Alabai) kepada Vladimir Putin, Sochi, Rusia, 11 Oktober 2017. [TASS]

Pemerintah Turkmenistan telah membatalkan penerbangan ke dan dari Cina ketika COVID-19 muncul tanpa memberitahu publiknya mengapa.

"Ini adalah ciri khas dari negara otoriter yang sangat terpusat dan personalistis yang hanya sedikit dalam hierarki yang berani mengambil inisiatif tanpa orang yang bertanggung jawab memberikan sinyal eksplisit," tulis editor Eurasianet, Peter Leonard.

Presiden Gurbanguly Berdymukhamedov percaya bahwa dirinya adalah penguasa dunia dalam banyak hal, termasuk nasib buruk rakyatnya, kesehatan, dan obat-obatan. Dia adalah seorang dokter gigi dengan pelatihan, tetapi dia telah melanglang ke bidang kesehatan lain juga. Hingga saat ini ia telah menulis 10 buku tentang tanaman obat yang dapat ditemukan di Turkmenistan.

Berdymukhamedov adalah sosok eksentrik yang menyenangkan di luar Turkmenistan, tetapi di dalam negeri, kata-katanya serupa hukum: Jika dia tidak berbicara tentang virus Corona, maka kalian tidak berbicara tentang virus Corona.

Meski demikian, Berdymukhamedov baru-baru ini menyinggung virus secara sepintas tanpa menyebut namanya.

Pada Maret, Presiden Berdymukhamedov memerintahkan pejabat pemerintah untuk mengasapi wilayah negara dengan ramuan aromatik, yang dapat memiliki efek psikedelik ketika terisap.

Dia mengatakan asap akan menghancurkan virus yang "tidak terlihat oleh mata telanjang," menurut The Times of London.

Sementara cerita yang diterbitkan oleh Turkmenistan RFE/RL, tentang agen pemerintah yang diduga berpakaian preman menahan orang yang berbicara tentang virus Corona adalah upaya untuk mengurangi kepanikan. Siapapun dilarang menyebarkan informasi tentang virus Corona di luar imbauan resmi pemerintah Turkmenistan karena bisa menimbulkan salah paham dan kepanikan.

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

17 jam lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

23 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

7 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

8 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

12 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

15 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya