Perdamaian ala Trump Beri Izin Israel Jajah Tepi Barat Palestina

Kamis, 30 Januari 2020 11:00 WIB

Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjabat tangan setelah pidato Trump di Museum Israel di Yerusalem 23 Mei 2017. [REUTERS / Ronen Zvulun / File Foto]

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri pertahanan Israel pada hari Rabu menyerukan untuk memperluas kedaulatan sepertiga dari Tepi Barat Palestina untuk permukiman Yahudi, mengutip pengumuman Presiden AS Donald Trump tentang rencana perdamaian Timur Tengah yang dicap apartheid oleh warga Palestina.

Pernyataan Menhan Naftali Bennett, membuat rakyat Palestina mengatakan bahwa rencana Trump telah memberi lampu hijau bagi Israel untuk secara resmi mencaplok permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki oleh Israel sejak Perang Timur Tengah 1967.

Dikutip dari Reuters, 30 Januari 2020, rencana Trump membayangkan solusi dua negara dengan Israel dan negara Palestina yang dapat hidup berdampingan satu sama lain di masa depan, tetapi dengan kondisi ketat yang telah ditentang oleh warga Palestina.

Dia mengusulkan waktu empat tahun untuk pembentukan negara Palestina, namun Palestina pertama-tama harus setuju untuk menghentikan serangan oleh gerakan militan Islam Hamas yang mengendalikan Gaza.

Rencana itu juga memberikan pengakuan AS atas permukiman Tepi Barat Israel yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, dan kedaulatan Israel atas Lembah Yordan, serta negara Palestina yang di-demilitarisasi akan memenuhi persyaratan keamanan Israel.

Advertising
Advertising

Yerusalem akan menjadi ibu kota Israel yang tidak terbagi, kata Bennett, ketika Netanyahu masih di luar Israel setelah menghadiri presentasi di Washington, Bennett menguraikan interpretasi garis kerasnya tentang apa yang ditawarkan Gedung Putih kepada Israel.

"Tadi malam sejarah mengetuk pintu rumah kami dan memberi kami kesempatan satu kali untuk menerapkan hukum Israel di semua permukiman di Samaria, Yudea, Lembah Yordan, dan Laut Mati utara," kata Bennett.

Dia telah memerintahkan sebuah tim untuk menerapkan hukum dan kedaulatan Israel di semua permukiman Yahudi di Tepi Barat.

Tidak jelas apakah pemerintah sementara ini memiliki mandat hukum untuk melakukan langkah seperti itu setelah dua pemilihan yang tidak meyakinkan pada 2019. Bennett bersaing dengan Netanyahu untuk mendapatkan dukungan dari pemilih sayap kanan dalam pemilihan yang ditetapkan 2 Maret.

Netanyahu pada hari Rabu menegaskan kembali dukungannya untuk rencana Trump, mengatakan kepada televisi Fox: "Kami tidak akan bertentangan dengan cara apapun yang dikemukakan oleh presiden."

Tetapi Amir Peretz, kepala Partai Buruh kiri Israel, mengatakan tidak ada rencana sepihak yang bisa berhasil. "Sekarang, lebih dari sebelumnya jelas bahwa kita membutuhkan kompas diplomatik," katanya.

Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa jika terpilih kembali, ia akan memperluas tanah jajahan Israel atas Lembah Yordan, 10 September 2019. [Avshalom Sassoni / Jerusalem Post]

Militer Israel mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa berdasarkan penilaian situasi, mereka memperkuat divisi untuk Tepi Barat dan Gaza dengan pasukan tempur tambahan.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut rencana Trump sebagai "tamparan abad ini" sindiran dari "Rencana Abad ini" yang digemakan Trump, setelah diumumkan.

Kepala perunding Palestina Saeb Erekat mengatakan pada hari Rabu tim Trump hanya "menyalin dan menempel" cetak biru yang ingin diimplementasikan oleh Netanyahu dan para pemukim Israel.

"Ini tentang aneksasi, ini tentang apartheid," katanya di Ramallah di Tepi Barat. "Pindah ke aneksasi permukiman secara de jure adalah sesuatu yang diberi lampu hijau kemarin."

Israel menolak tuduhan bahwa kebijakannya tentang Palestina sama dengan Afrika Selatan di bawah pemerintahan apartheid.

Palestina juga menolak proposal untuk ibu kota di Abu Dis, di Tepi Barat, tepat di luar perbatasan kota Israel di Yerusalem yang terletak satu kilometer di sebelah timur Kota Tua Yerusalem, tempat bagi situs-situs suci bagi agama Yahudi, Kristen, dan Islam tetapi terputus oleh tembok dan pos pemeriksaan Israel.

Para pemimpin Palestina percaya pemerintahan Trump bias terhadap Israel.

AS telah melakukan pelanggaran konsensus internasional dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, menghentikan bantuan kepada Palestina, dan mengatakan itu tidak lagi menganggap pemukiman sebagai pelanggaran hukum internasional. Jared Kushner, menantu Trump dan arsitek utama rencana itu, mengabaikan penolakan Palestina.

"Kami tidak akan mengejar orang-orang Palestina ... kepemimpinan Palestina, Anda tidak dapat benar-benar memperlakukan mereka seperti mereka sebagai pemerintah yang serius, atau pembuat kesepakatan yang cakap atau kompeten," kata Kushner kepada wartawan. "Mereka akan melakukan apa yang selalu mereka lakukan, yang mengacaukan segalanya."

Orang-orang Palestina bisa mendorong PBB agar mengutuk rencana tersebut. Misi diplomatik Israel di AS pada hari Selasa mengisyaratkan akan bekerja untuk menggagalkan rencana Palestina ini dalam kampanye diplomatik dengan Amerika Serikat.

GALUH KURNIA RAMADHANI | REUTERS

Berita terkait

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

23 menit lalu

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

Berita Top 3 Dunia pada Jumat 3 Mei 2024 diawali oleh Turki menghentikan semua ekspor impor dari dan ke Israel.

Baca Selengkapnya

Ikuti Gerakan di AS, Mahasiswa Pro-Palestina Berkemah di Kampus-Kampus Australia

1 jam lalu

Ikuti Gerakan di AS, Mahasiswa Pro-Palestina Berkemah di Kampus-Kampus Australia

Gelombang protes pro-Palestina di kampus-kampus Amerika Serikat telah menyebar ke berbagai universitas di Australia.

Baca Selengkapnya

Menyusul Kritik dari Israel dan AS, Ini Tanggapan Jaksa ICC

3 jam lalu

Menyusul Kritik dari Israel dan AS, Ini Tanggapan Jaksa ICC

Kantor kejaksaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyerukan diakhirinya apa yang mereka sebut sebagai intimidasi terhadap stafnya.

Baca Selengkapnya

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

4 jam lalu

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

Dubes Palestina untuk Austria menilai upaya membahas Gaza pada forum PBB tidak akan berdampak pada kebijakan AS dan Eropa yang mendanai genosida.

Baca Selengkapnya

Houthi Tawarkan Pendidikan bagi Mahasiswa AS yang Diskors karena Demo Pro-Palestina

9 jam lalu

Houthi Tawarkan Pendidikan bagi Mahasiswa AS yang Diskors karena Demo Pro-Palestina

Kelompok Houthi di Yaman menawarkan tempat melanjutkan studi bagi para mahasiswa AS yang diskors karena melakukan protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

10 jam lalu

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

Donald Trump meluncurkan agenda untuk masa jabatan keduanya jika terpilih, di antaranya mendeportasi jutaan migran dan perang dagang dengan Cina.

Baca Selengkapnya

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

10 jam lalu

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

Seorang dokter bedah Palestina terkemuka dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza meninggal di penjara Israel setelah lebih dari empat bulan ditahan.

Baca Selengkapnya

Iran Bebaskan Awak Kapal Terafiliasi Israel yang Sempat Disita di Selat Hormuz

10 jam lalu

Iran Bebaskan Awak Kapal Terafiliasi Israel yang Sempat Disita di Selat Hormuz

Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian mengatakan Iran telah membebaskan awak kapal MSC Aries yang terafiliasi dengan Israel, setelah sempat disita di dekat Selat Hormuz.

Baca Selengkapnya

Kelompok Milisi Irak Lancarkan Serangan Rudal terhadap Israel

11 jam lalu

Kelompok Milisi Irak Lancarkan Serangan Rudal terhadap Israel

Kelompok bersenjata Perlawanan Islam di Irak mengaku bertanggung jawab atas serangan rudal terhadap kota Tel Aviv dan Be'er Sheva di Israel.

Baca Selengkapnya

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

11 jam lalu

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

Kepala UNESCO menyerukan penghargaan atas keberanian jurnalis Palestina menghadapi kondisi 'sulit dan berbahaya' di Gaza.

Baca Selengkapnya