KAJIAN- Israel Si Anak Manja Amerika

Rabu, 4 Desember 2019 07:05 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Lahir 71 tahun silam di antara negara-negara Arab yang senantiasa mengharapkan kehancurannya, Israel telah berkembang menjadi satu negara perkasa, disegani –bahkan memiliki senjata nuklir, kendati tak pernah diakuinya. Namun tak begitu jelas apakah negara Yahudi itu telah tumbuh dewasa.

Rangkaian peristiwa yang berlangsung susul-menyusul pekan lalu tampaknya bisa menjelaskan mengapa ia masih menyimpan kepribadian seorang anak. Sabtu pekan lalu, dengan dalih ‘membela diri’ di sebuah pinggiran kota Hebron di Tepi Barat, seorang tentara Israel yang tengah berpatroli dengan tenang membidik seorang pemuda Palestina. Menurut versi tentara Israel, Badawi Masalmeh, 18 tahun, sudah siap-siap melontarkan bom molotov tatkala peluru tajam ditembakkan ke tubuh pemuda itu. Sedangkan Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan pemuda itu hanya berdemonstrasi menentang pembangunan pemukiman Yahudi.

Apa pun, yang terang sang serdadu dan Tentara Pendudukan Israel (IDF) tetap berpendirian: tak ada yang salah dengan tindakan ‘membela diri’ itu. Kalau pun ada yang tidak dapat dibenarkan, Israel cukup menarik satu kesimpulan enteng: itulah kekerasan yang –apa boleh buat-- tidak bisa dihindari (colateral damage). Tak perlu ada investigasi lebih lanjut, tak ada yang harus bertanggungjawab.

Ya, dengan alasan yang sama sepekan sebelumnya pesawat-pesawat tempur Israel tak hanya menghancurkan kediaman Bahaa Abu al-Ata, komandan Jihad Islam di Jalur Gaza yang dianggap sebagai “otak” serangan roket kelompok itu ke wilayah Israel, tapi juga meluluh-lantakkan rumah-rumah di sekitarnya. Tak ada penjelasan selain colateral damage itu manakala 34 orang sipil –termasuk delapan anak-anak dan tiga perempuan — akhirnya ikut tewas dalam operasi militer yang mengerikan ini.

Seorang tentara Israel berjaga di pos di Dataran Tinggi Golan.[Haaretz]

Advertising
Advertising

Israel seperti memiliki privilese untuk tidak dinilai menurut ukuran masyarakat internasional. Sejak 1970, Amerika telah menggunakan 39 kali veto untuk melindungi Israel dari resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk atau mengecam tindakan atau sikapnya yang tak mengindahkan hak asasi orang Palestina. Kalaupun itu sampai lolos -- ini sangat jarang terjadi -- Amerika tetap melindungi Israel yang mengabaikan resolusi. Dimanja dengan kondisi ini, Israel menjadi negara yang sukar mendengarkan pendapat yang berbeda dengan kepentingannya.

Puncaknya terjadi tatkala pemerintahan baru Presiden Donald Trump memberikan dua hadiah istimewa kepada Israel: pemindahan kedutaan besar Amerika ke Yerusalem, dan pengakuan bahwa pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah setelah Perang Enam Hari 1967 “tidak ilegal.”

Pemindahan kedutaan merupakan pengakuan simbolis Amerika bahwa Yerussalem ibu kota Israel. Sedangkan “pembenaran” atas pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, tak ayal lagi merupakan keberpihakan yang tentu saja akan menenggelamkan setiap usaha perdamaian yang berasas “dua negara yang berdampingan” (two state solution).


Pemukiman “Tidak Ilegal”

Sejak Perang Enam Hari pada 1967, Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dua wilayah Palestina yang sekarang menjadi daerah favorit untuk mendirikan permukiman Yahudi. Dalam beberapa tahun terakhir jumlah permukiman di dua wilayah itu meningkat pesat. Menurut Peace Now, kelompok anti-permukiman Israel, dewasa ini terdapat 385 permukiman Yahudi yang didirikan dengan izin pemerintah Israel dan 97 bangunan atau permukiman "liar" alias tanpa izin resmi. Di Yerusalem Timur saja, kata Peace Now, terdapat 12 permukiman baru dengan sekitar 200 ribu orang pemukim yang hidup dengan senjata api dan pengawalan tentara Israel.


John Kerry, Si Pengkhianat Cinta

Cinta John Kerry kepada Israel sebenarnya tidak lekas luntur. Mengunjungi negeri itu pada 1986, ia menyimpan baik-baik ingatan mengenai negeri kecil demokratis yang dikelilingi negara-negara Arab yang memusuhinya. Ia terpesona. Ya, Kerry bagian dari politikus Amerika, dari Partai Demokrat dan Republik, yang cinta buta kepada Israel.

Tiga puluh tahun berselang, pada akhir 2016, tepatnya tiga minggu sebelum kariernya sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berakhir, Kerry bersama Presiden Barack Obama didudukkan Israel sebagai pengkhianat cinta. Di antara para diplomat, Kerry berbicara panjang dan lantang, mengeluhkan pemerintah Israel "yang paling ’kanan’ yang dimotori elemen-elemen paling ekstrem dalam sejarah Israel".

Dalam pidatonya sepanjang 72 menit, ia berbicara layaknya seorang Palestina. Menunjukkan gencarnya Israel membangun permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur belakangan, Kerry mempertanyakan kesungguhan Israel berdamai dengan Palestina. Keresahan Kerry menjadi-jadi setelah Dewan Keamanan PBB, kali ini tanpa veto Amerika, menyetujui Resolusi 2334.

John Kerry. AP/Moises Castillo

Kendati resolusi ini tak mendatangkan sanksi apa pun bagi Israel, di mata seorang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kawan-kawan koalisinya, keengganan Amerika menggunakan hak veto merupakan pengkhianatan dari seorang kakak yang selama ini melindungi adiknya tanpa syarat.

Israel merasa ditinggalkan Amerika, meski mungkin tak akan lama. Kelak, ketika pemerintah Donald Trump menggantikan Barack Obama pada 20 Januari, segalanya akan kembali "normal". "Tetap bertahan, Israel; tak lama lagi tanggal 20 Januari," kata Donald Trump dalam cuitannya di Twitter, sebelum Kerry menyampaikan pidatonya. Sebuah isyarat jelas bahwa Trump akan meninggalkan politik luar negeri yang ditorehkan oleh Barack Obama selama ini. "Terima kasih atas hangatnya persahabatan dan dukungan yang tegas terhadap Israel," sambut Netanyahu, juga via Twitter.

Walhasil, di bawah kepemimpinan Donald Trump, Amerika tidak akan meninggalkan Israel. Di PBB, veto Amerika senantiasa akan menggagalkan setiap usaha untuk membuat Israel bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi di daerah-daerah Palestina. Ya, entah sampai kapan, di bawah perlindungan sang kakak yang mencintainya tanpa syarat, Israel akan tetap menjadi anak manja.

IDRUS F. SHAHAB, Wartawan Senior

Berita terkait

Universitas Sciences Po Prancis Tolak Tuntutan Mahasiswa untuk Putus Hubungan dengan Israel

1 jam lalu

Universitas Sciences Po Prancis Tolak Tuntutan Mahasiswa untuk Putus Hubungan dengan Israel

Universitas Sciences Po di Paris menolak tuntutan mahasiswa untuk memutus hubungan dengan universitas-universitas Israel.

Baca Selengkapnya

Situasi Kemanusiaan Palestina Memburuk, Turki Hentikan Perdagangan dengan Israel

3 jam lalu

Situasi Kemanusiaan Palestina Memburuk, Turki Hentikan Perdagangan dengan Israel

Imbas situasi kemanusiaan di Palestina yang memburuk, Turki menghentikan perdagangan dengan Israel.

Baca Selengkapnya

Israel Ancam Balas Dendam terhadap Palestina Jika ICC Keluarkan Surat Penangkapan Netanyahu

12 jam lalu

Israel Ancam Balas Dendam terhadap Palestina Jika ICC Keluarkan Surat Penangkapan Netanyahu

Israel mengancam melakukan pembalasan terhadap Otoritas Palestina jika ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan menteri-menterinya.

Baca Selengkapnya

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

14 jam lalu

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

Pengunjuk rasa pro-Palestina dan anti-Israel membersihkan perkemahan di kampus setelah mencapai kesepakatan dengan administrasi universitas Brown.

Baca Selengkapnya

Fakta tentang Gustavo Petro, Presiden Kolombia, Pembela Hak-hak Palestina

15 jam lalu

Fakta tentang Gustavo Petro, Presiden Kolombia, Pembela Hak-hak Palestina

Kolombia pernah berhubungan akrab dengan Israel, tetapi Gustavo Petro, sang presiden, tidak pernah menahan diri untuk mengkritik negara Zionis itu.

Baca Selengkapnya

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

17 jam lalu

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

Puluhan anggota Partai Demokrat AS menyurati pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendesak mereka mencegah rencana serangan Israel di Rafah.

Baca Selengkapnya

DPR AS Loloskan RUU Kontroversial soal Definisi Anti-Semitisme, Apa Maksudnya?

17 jam lalu

DPR AS Loloskan RUU Kontroversial soal Definisi Anti-Semitisme, Apa Maksudnya?

Kelompok HAM memperingatkan bahwa definisi baru Anti-Semitisme tersebut dapat semakin membatasi kebebasan berpendapat.

Baca Selengkapnya

Blinken Sebut AS Tak Dukung Serangan Israel ke Rafah

18 jam lalu

Blinken Sebut AS Tak Dukung Serangan Israel ke Rafah

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia belum melihat rencana efektif dari pihak Israel untuk melindungi warga sipil sebelum operasi militer di Rafah.

Baca Selengkapnya

Kolombia Putuskan Hubungan dengan Israel karena Genosida di Gaza

20 jam lalu

Kolombia Putuskan Hubungan dengan Israel karena Genosida di Gaza

Presiden Gustavo Petro mengumumkan Kolombia akan memutus hubungan diplomatik dengan Israel atas genosida di Gaza.

Baca Selengkapnya

Filmografi Gal Gadot Tak Hanya Wonder Woman, Bikin Film Kontroversi Bearing Witness To the October 7th Massacre

21 jam lalu

Filmografi Gal Gadot Tak Hanya Wonder Woman, Bikin Film Kontroversi Bearing Witness To the October 7th Massacre

Gal Gadot aktor asal Israel yang sukses berkiprah dalam dunia industri hiburan Hollywood. Berikut beberapa filmnya, bukan hanya Wonder Woman.

Baca Selengkapnya