Perwira Semakin Cemas Campur Tangan Trump Terhadap Militer AS

Jumat, 29 November 2019 15:30 WIB

Presiden AS Donald Trump membuat pernyataan di Gedung Putih menyusul laporan bahwa pasukan AS menyerang pemimpin ISIS Abu Bakar al Baghdadi di Suriah utara, di Washington, AS, 27 Oktober 2019. Trump pada hari Minggu mengumumkan bahwa Abu Bakar al Baghdadi meninggal selama serangan semalam yang dipimpin oleh pasukan militer AS di Suriah, sebuah kemenangan besar saat ia melawan penyelidikan pemakzulan yang dipimpin Demokrat. [REUTERS / Joshua Roberts]

TEMPO.CO, Jakarta - Ketegangan semakin meningkat antara beberapa perwira militer paling senior Amerika Serikat dan Presiden Donald Trump, setelah keputusan Trump untuk campur tangan dalam kasus prajurit AS yang melakukan kejahatan perang.

Seorang perwira militer mengatakan ada masalah moral, dan pejabat senior Pentagon secara pribadi mengatakan mereka terganggu oleh perilaku Presiden, menurut laporan CNN, 29 November 2019.

Kekecewaan di Pentagon semakin meningkat karena pengambilan keputusan Trump yang sporadis, impulsif, dan kontradiktif dalam berbagai masalah, termasuk penarikan mundur pasukannya yang tiba-tiba di Suriah. Tetapi sekarang ada kekhawatiran baru dan signifikan, karena banyak pejabat militer dan pensiunan mengatakan intervensi Trump ke dalam kasus-kasus kejahatan perang tingkat tinggi tidak dapat diabaikan.

Kepala Staf Angkatan Laut yang dipecat, Richard Spencer menulis di kolom opini Washington Post op-ed pada Rabu bahwa intervensi Trump mengejutkan dan belum pernah terjadi sebelumnya.

"... Itu juga merupakan pengingat bahwa presiden memiliki sedikit pemahaman tentang apa artinya berada di militer, untuk bertempur sesuai kode etik atau diatur oleh seperangkat aturan dan praktik yang seragam," tulisnya.

Advertising
Advertising

Para pejabat senior Pentagon dengan suara bulat menentang intervensi Presiden karena mereka percaya itu akan merusak disiplin dan ketertiban militer.

Komentar Presiden dan intervensinya mencerminkan kekhawatiran lain di antara para pemimpin militer bahwa Trump ingin mempolitisasi militer. Menurut konstitusi, militer AS tidak boleh terlibat dalam agenda politik apa pun.

Presiden Donald Trump dan Kepala Staf Angkatan Laut AS Richard V. Spencer ketika masih menjabat.[The Washington Post]

Para pemimpin militer terkemuka mengatakan mereka prihatin tentang retorika Trump yang memecah belah dan politisasi militer. Mereka juga khawatir gaya manajemen Presiden yang sering diungkapkan melalui tweet, mungkin merusak keamanan nasional dengan membuat perencanaan militer semakin sulit.

Dua perwira militer senior enggan untuk tampil bersama Trump di acara-acara dalam beberapa bulan terakhir, karena gelisah bahwa ia mungkin membuat pernyataan politik partisan ketika mereka hadir.

Beberapa komandan senior sedang mempertimbangkan untuk menulis memo kepada pasukan yang mengingatkan mereka akan tanggung jawab moral dan hukum mereka di medan perang. Masalah ini sangat sensitif sehingga beberapa orang secara pribadi mengindikasikan mereka ingin persetujuan Pentagon tingkat tinggi sebelum mereka melanjutkan karena memo itu tampaknya merupakan teguran dari Presiden.

"Intervensi Trump dalam kasus-kasus kejahatan perang telah menciptakan kebingungan dan kekacauan, dan membuatnya tampak seperti seolah-olah tidak ada pertanggungjawaban, bahwa jika orang melanggar sumpah atau melakukan kejahatan, ada jalan keluar," kata pensiunan Kolonel Korps Marinir David Lapan, seorang mantan juru bicara militer senior, membahas intervensi Trump dalam kasus Navy SEAL Eddie Gallagher dan dua prajurit lainnya.

Lapan khawatir beberapa pasukan sekarang percaya mereka dapat melarikan diri dari tanggung jawab jika mereka memiliki presiden yang bisa membela mereka.

"Yang lebih mengkhawatirkan lagi, militer terpecah," kata seorang pejabat. "Ada dua kubu. Setengah adalah pendukung Trump yang bersemangat yang percaya bahwa Presiden mengawasi pasukan. Tetapi separuh lainnya, banyak dari mereka berpangkat tinggi, percaya militer harus tetap independen dari pengaruh politik partisan dan mereka tidak melihat Presiden menganutnya."

Spencer telah mendorong untuk meninjau Navy SEAL yang kontroversial untuk menegakkan ketertiban, disiplin, dan akuntabilitas pasukan. Trump telah bertindak melawan saran tegas komandan paling senior Pentagon, pertama untuk membalikkan hukuman Gallagher dan kemudian untuk memastikan bahwa Gallagher tidak akan kehilangan statusnya, terlepas dari apa yang menurut pendapat pemimpin militer itu benar.

Perwira senior dan junior sangat marah setelah Trump menulis di Twitter pada 12 Oktober, "Kita melatih anak-anak kita untuk jadi mesin pembunuh, kemudian menuntut mereka ketika mereka membunuh!"

Seorang perwira muda seiya dengan Spencer bahwa Presiden pada dasarnya gagal paham soal militer, budaya dan etosnya.

Akibat intervensi Trump, pada hari Rabu Angkatan Laut mengumumkan tidak akan melakukan peninjauan terhadap tiga anggota Navy SEAL yang terkait dengan kasus Gallagher.

Berita terkait

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

2 hari lalu

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

Donald Trump meluncurkan agenda untuk masa jabatan keduanya jika terpilih, di antaranya mendeportasi jutaan migran dan perang dagang dengan Cina.

Baca Selengkapnya

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

3 hari lalu

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

4 hari lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

7 hari lalu

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

Puluhan kampus di Amerika Serikat gelar aksi pro-Palestina. Apa saja tindakan represif aparat terhadap demonstran?

Baca Selengkapnya

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

8 hari lalu

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

Percepatan bantuan militer senilai US$6 miliar ke Ukraina mencerminkan kepanikan yang dirasakan oleh pemerintahan Joe Biden dan Kongres AS

Baca Selengkapnya

Siprus Lanjutkan Bantuan Pangan ke Gaza Via Laut Pasca-Pembunuhan Relawan WCK

8 hari lalu

Siprus Lanjutkan Bantuan Pangan ke Gaza Via Laut Pasca-Pembunuhan Relawan WCK

Pengiriman bantuan pangan ke Gaza dari Siprus melalui jalur laut dilanjutkan pada Jumat malam

Baca Selengkapnya

Aktivis Lingkungan Aeshnina ke Kanada Minta Justin Trudeau Hentikan Ekspor Sampah Plastik ke Indonesia

13 hari lalu

Aktivis Lingkungan Aeshnina ke Kanada Minta Justin Trudeau Hentikan Ekspor Sampah Plastik ke Indonesia

Aktivis lingkungan Aeshnina Azzahra Aqilani co Captain Riverin minta PM Kanada Justin Trudeau hentikan impor sampah plastik ke Indonesia.

Baca Selengkapnya

Seorang Pria Bakar Diri di Luar Gedung Pengadilan Saat Trump Disidang

15 hari lalu

Seorang Pria Bakar Diri di Luar Gedung Pengadilan Saat Trump Disidang

Seorang pria membakar dirinya di luar gedung pengadilan New York tempat persidangan uang tutup mulut bersejarah Donald Trump.

Baca Selengkapnya

Menhan AS Telepon Menhan Cina untuk Pertama Kalinya

18 hari lalu

Menhan AS Telepon Menhan Cina untuk Pertama Kalinya

Menhan AS, Lloyd Austin, berbicara dengan Menhan Cina ketika kedua negara berupaya memulihkan hubungan militer.

Baca Selengkapnya

Temu Biden dan Delegasi AS, Irak Mengaku Khawatir Terseret Perang di Timur Tengah

19 hari lalu

Temu Biden dan Delegasi AS, Irak Mengaku Khawatir Terseret Perang di Timur Tengah

Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani memimpin delegasi untuk bertemu Presiden AS Joe Biden dan pejabat lainnya di tengah ketegangan antara Iran dan Israel.

Baca Selengkapnya