Bukan Cina, Ternyata Orang Amerika yang Bayar Tarif Impor Trump

Selasa, 26 November 2019 17:35 WIB

Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump di sela KTT G20, di Jepang, 28-29 Juni 2019.[REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi menemukan fakta bahwa tarif impor Cina yang diberlakukan Donald Trump dibayar oleh warga Amerika Serikat dan bukan Cina seperti yang diklaim pejabat AS.

Ketika pemerintahan Trump memberlakukan tarif pada impor Cina tahun lalu, para pejabat bersikeras Cina akan membayar biaya, menyiratkan perusahaan-perusahaan Cina harus memotong harga mereka untuk menyerap tarif impor hingga 25% ketika barang-barang mereka tiba di AS.

Sebagai gantinya, harga yang dibebankan perusahaan Cina hampir tidak bergerak, yang berarti perusahaan dan konsumen AS membayar biaya tarif, diperkirakan sekitar US$ 40 miliar atau Rp 564 triliun per tahun, menurut studi para peneliti New York Fed Reserve Bank yang dirilis pada hari Senin, seperti dikutip dari Reuters, 26 November 2019.

Sebagai akibat dari perang dagang AS-Cina, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS menambah sebanyak 25% pada harga impor saat barang-barang Cina masuk ke AS. Jika perusahaan Cina menyerap biaya itu, mereka harus memotong harga mereka sebanyak 20%, batas harga yang memungkinkan pengecer, produsen, atau pedagang besar AS menjaga harga dan keuntungan mereka tetap stabil.

Namun faktanya bukan itu yang terjadi.

Advertising
Advertising

Data impor dari Juni 2018 hingga September 2019 menunjukkan harga impor Cina turun hanya 2%, menurut studi Fed, sejalan dengan penurunan harga terlihat di banyak negara lain karena perdagangan global melambat.

"Berlanjutnya stabilitas harga impor untuk barang-barang dari Cina berarti perusahaan dan konsumen AS harus membayar tarif impor," tulis tim peneliti Fed.

Para peneliti tidak memperkirakan bagaimana biaya itu dibagi antara laba yang lebih rendah untuk perusahaan AS atau harga konsumen yang lebih tinggi.

Namun penelitian tersebut menemukan bahwa Cina merasakan dampak kenaikan tarif.

Pendapatan Cina dari impor mesin dan peralatan listrik AS telah turun sekitar 2 poin persentase sejak 2017, dan pendapatan dari impor elektronik AS telah turun sebesar 6 poin persentase.

"Pangsa pasar itu sebagian besar telah pergi ke Eropa dan Jepang untuk permesinan dan ke Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam untuk peralatan elektronik dan listrik," menurut studi.

Penelitian ini tidak membahas berapa banyak pangsa pasar yang mungkin diperoleh oleh pemasok AS, atau apakah negara lain mengenakan harga yang lebih tinggi daripada perusahaan Cina.

Fakta bahwa harga dolar barang-barang Cina belum turun juga berarti bahwa penurunan sekitar 10% dalam nilai mata uang Cina sejak tarif pertama diberlakukan, belum digunakan oleh para pengekspornya untuk mempertahankan keunggulan kompetitif, seperti yang dikatakan oleh beberapa pejabat AS.

Sebagai gantinya, penurunan mata uang berfungsi untuk menghasilkan keuntungan pada setiap unit penjualan untuk eksportir Cina, menurut kesimpulan tim peneliti.

Berita terkait

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

11 jam lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

16 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

17 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

17 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

21 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

1 hari lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

1 hari lalu

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

Donald Trump meluncurkan agenda untuk masa jabatan keduanya jika terpilih, di antaranya mendeportasi jutaan migran dan perang dagang dengan Cina.

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

2 hari lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

2 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya