Setahun Gempa Palu, Desa Bekas Likuifaksi Seperti Desa Mati
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Eka Yudha Saputra
Rabu, 18 September 2019 10:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setahun gempa Palu, salah satu desa yang terkena likuifaksi kini terlihat seperti kawasan mati.
Dari pantauan Tempo di lokasi pada 17 September 2019, Desa Jono Oge, salah satu dari empat wilayah terkena likuifaksi dilarang untuk ditinggali karena berisiko bencana.
"Dulu Desa Jono Oge berdiri ratusan rumah sebelum likuifaksi," kata Ikram, salah seorang warga Palu kepada Tempo.
Namun kini desa rata dengan tanah dan terlihat beberapa pondasi menandakan bahwa area tersebut pernah berdiri bangunan. Papan imbauan dilarang bermukim juga dipasang pemerintah daerah di jalan raya Desa Jono Oge 2.
Salah seorang warga Jono Oge bernama Aisyah, menceritakan bagaimana detik-detik likuifaksi saat gempa Palu 28 September 2018.
"Tanah bergerak seperti lumpur setelah gempa," kata Aisyah yang saat itu berada di kebun.
"Setelah gempa saya dan suami keluar rumah. Tapi tanah bergerak seperti gelombang dan kami mesti menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi," cerita Aisyah.
Sementara Ikram mengatakan tanah likuifaksi membuat pohon kelapa yang berkilo-kilometer jauhnya di atas bukit bergeser.
"Pohon kelapa yang tadinya di bukit ikut bergeser ke permukiman warga," katanya. "Tanah likuifaksi mengubur rumah-rumah warga."
Likuifaksi juga mengakibatkan jembatan putus, jalan aspal lurus menjadi belok, sungai mengering dan tanah yang dulunya ladang palawija tak lagi ditanami.
Desa Jono Oge adalah satu dari empat wilayah Sulawesi Tengah yang terkena likuifaksi gempa Palu. Tiga wilayah zona likuifaksi lain yakni Kelurahan Petobo, Kelurahan Balaroa, dan Desa Sibalaya.
PBB mencatat gempa Palu menewaskan sekitar 4.845 dengan pengungsi mencapai 172.999. Sementara 110.214 rumah rusak ditambah hilangnya akses kebutuhan dasar seperti makanan, air, layanan kesehatan, dan tempat perlindungan bagi korban gempa Palu.