PBB: Inggris Terancam Rugi Rp 227 Triliun Akibat Brexit No Deal
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Rabu, 4 September 2019 11:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan PBB memperkirakan Inggris akan mengalami kerugian US$ 16 miliar atau Rp 227 triliun dari Uni Eropa jika terjadi Brexit tanpa kesepakatan.
Riset badan perdagangan PBB United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), mengatakan pada Selasa bahwa Inggris terancam kehilangan 7 persen ekspor ke Uni Eropa jika memilih Brexit No Deal.
"Penelitian UNCTAD menunjukkan bahwa Brexit tanpa kesepakatan akan mengakibatkan kerugian ekspor Inggris setidaknya US$ 16 miliar, yang mewakili perkiraan hilangnya 7% keseluruhan ekspor Inggris ke UE," kata laporan UNCTAD, dikutip dari Reuters, 4 September 2019.
Kerugian itu akan mencakup US$ 5 miliar (Rp 71 triliun) dalam ekspor kendaraan bermotor, US$ 2 miliar (Rp 28,4 triliun) dalam produk-produk hewan dan US$ 2 miliar (Rp 28,4 triliun) lainnya dalam pakaian dan tekstil.
UNCTAD mengatakan angka US$ 16 miliar itu adalah hitungan konservatif, dan hanya memperhitungkan kenaikan tarif UE dari nol ke tingkat "negara paling disukai" dalam hal kesepakatan bisnis.
"Kerugian ini akan jauh lebih besar karena langkah-langkah non-tarif, kontrol perbatasan dan gangguan akibat dari jaringan produksi Inggris-UE yang ada," kata laporan UNCTAD.
Laporan UNCTAD diterbitkan ketika parlemen Inggris memperdebatkan upaya untuk mencegah Inggris berpisah dari Uni Eropa tanpa kesepakatan pada 31 Oktober.
UNCTAD mengatakan 20 persen dari ekspor non-UE Inggris berada pada risiko tarif yang lebih tinggi di pasar seperti Turki, Afrika Selatan, Kanada dan Meksiko, termasuk dalam negara-negara yang memiliki kesepakatan perdagangan istimewa dengan UE tetapi belum memiliki perjanian dagang dengan Inggris setelah Brexit.
Jika Inggris tidak mencapai kesepakatan sebelum keluar dari Uni Eropa akibat Brexit No Deal, Inggris akan kehilangan US$ 2 miliar (Rp 28,4 triliun) lagi dalam ekspor, dengan tarif yang lebih tinggi untuk mobil, makanan olahan, pakaian dan tekstil, dengan US$ 750 juta (Rp 10,6 triliun) dalam ekspor kendaraan bermotor.