Kisah Sedih Ayah di Yaman Tak Mampu Beli Baju Lebaran Anaknya

Selasa, 4 Juni 2019 09:00 WIB

Fawaz Fara, istrinya, yang sedang hamil sembilan bulan, dan keenam anaknya di pasar Al Zumor di Kota Tua Sanaa. [Naseh Shaker / Al Jazeera]

TEMPO.CO, Jakarta - Dengan mata sedih, Fawaz Fara mengaduk tumpukan pakaian di sebuah pasar di Sanaa, Yaman, ketika dia bersama sang istri Asma'a dan enam anaknya, hendak berbelanja baju lebaran menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Dia berhenti dan memberi tahu penjual bahwa dia tidak mampu membeli apa pun, lalu membawa keluarganya pergi.

"Salah satu (anak perempuan saya) meminta saya untuk membeli mainan untuknya. Yang lain menangis dan bertanya mengapa saya tidak membeli apa pun," kata Fara, ayah berusia 35 tahun.

"Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya bahkan tidak mampu membeli pakaian. Bagaimana saya bisa membeli mainan?" tukas Fara kepada Al Jazeera, 4 Juni 2019.

Baca juga: Yaman Merugi Rp 700 Triliun Akibat Perang

Advertising
Advertising

Ini adalah tahun pertama dia tidak bisa membeli baju lebaran untuk dikenakan pada Idul Fitri.

Padahal sembilan tahun lalu, Fara telah mendapatkan penghasilan yang baik dan hidup berkecukupan sebagai penjaga keamanan di sebuah taman di Arab Saudi tengah.

Dia mengirim cukup uang kembali ke Asma'a di Yaman untuk menyokong seluruh keluarga, dan dia bisa membeli pakaian mahal untuk anak-anak untuk dikenakan pada Idul Fitri.

Mereka telah menikmati standar hidup yang tinggi di negara di mana rata-rata orang hidup dengan US$ 4,50 (Rp 64 ribu) per hari sebelum perang dimulai pada 2015. Jumlah itu anjlok menjadi US$ 1,80 (Rp 26 ribu) per hari setahun kemudian.

Masih bersyukur bisa hidup sehat

Bakeel Sala'am, dengan lima putranya, dan putrinya [Naseh Shaker / Al Jazeera]

Sejak Maret 2015, koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi-UEA, yang mendukung pemerintah Yaman, telah berperang dengan pemberontak Houthi.

Konflik empat tahun telah menewaskan puluhan ribu orang dan mendorong negara termiskin di dunia Arab itu ke ambang kelaparan.

Orang-orang yang dulunya memiliki kemampuan finansial, terbiasa bernyanyi dengan gembira selama Idul Fitri ketika mereka makan permen atau mengenakan pakaian baru yang mewah.

Tahun ini, orang-orang itu merayakan Idul Fitri dengan bersyukur bisa hidup dan sehat, bergabung bersama kaum miskin Yaman lainnya yang telah menderita akibat konflik.

Baca juga: 85 Ribu Balita Tewas Didera Kelaparan Parah di Yaman

Peralihan ini membuat frustasi Fara, yang dideportasi dari Arab Saudi setelah berbicara politik dengan dua pria di Mekah Ramadan lalu.

Dia ditangkap, katanya, setelah dia berkomentar bahwa pemerintah Saudi telah mendukung Houthi seperti Iran.

Kasus itu membuat visanya dicabut. Sekarang dia tinggal bersama istrinya Asma'a, yang hamil sembilan bulan, dan anak-anak mereka di rumah sewaan di Kota Tua Sanaa, setelah bergabung dengan jajaran 60 persen lebih pengangguran di Yaman.

Fara berharap mendapat keberuntungan di antara barang bekas dan harga baju baru yang lebih murah.

Pada akhir perjalanan pasarnya, ia hanya berhasil membeli dua jambiya kecil, dan belati seremonial Yaman, untuk dua putranya.

Dia berjanji untuk melanjutkan pencariannya nanti dan berjanji kepada anak-anaknya bahwa mereka akan menerima hadiah pada akhirnya.

"Perayaan sesungguhnya adalah memiliki kesehatan yang baik," katanya.

Fara tidak sendiri. Ayah lain bernama Bakeel Sala'am menjual khat di pasar untuk menghidupi tujuh anaknya dan empat saudara lelakinya, yang telah ia rawat sejak ayah mereka meninggal karena gumpalan darah.

Beberapa keluarga yang memiliki pendapatan mulai membeli baju lebaran berbulan-bulan sebelum Idul Fitri agar dapat membelinya, tetapi tidak bagi Sala'am, yang kesulitan oleh harga pokok yang melambung saat liburan.

Sala'am telah membawa keluarga ke pasar setelah putra-putranya merengek padanya untuk pergi. Mereka iri dengan baju lebaran baru putra tetangganya, katanya.

"Aku belum membeli apa-apa," kata Sala'am ketika dia berjalan bersama anak-anaknya menjelang Hari Raya Idul Fitri di pasar Yaman.

Inisiatif pakaian lebaran untuk keluarga miskin

Harga barang pokok yang meningkat selama liburan membuat keluarga Yaman frustrasi di ibu kota, Sanaa [Naseh Shaker / Al Jazeera]

Beberapa anak muda telah menemukan cara untuk membantu keluarga yang membutuhkan, tanpa dukungan dari pejabat Yaman atau pengusaha.

Akram al-Tairi, direktur "Voluntently Smile Group," meluncurkan proyek tahun lalu untuk mendistribusikan pakaian untuk Idul Fitri ke 220 keluarga miskin di Sanaa. Tujuan mereka tahun ini adalah 300 keluarga.

Kelompok itu, yang terdiri dari 16 anggota staf dan 50 sukarelawan, menggunakan media sosial untuk meminta sumbangan, kata al-Tairi.

Baca juga: Bencana Kelaparan Makin Parah, Yaman Diprediksi Hancur Total

Mereka kemudian menargetkan keluarga miskin untuk menawarkan bantuan.

"Kami menjangkau keluarga yang membutuhkan di rumah mereka, secara rahasia, untuk menghindari kepadatan, dan kami memberi mereka kartu sesuai dengan jumlah anak-anak mereka dan waktu mengunjungi mal darurat," katanya.

"Setiap kartu mencakup lima hingga enam potong pakaian. Setiap potong adalah T-shirt dan celana panjang untuk satu anak," tambahnya.

Setiap keluarga mengunjungi mal darurat dan memilih pakaian yang mereka inginkan. Al-Tairi mengatakan kelompoknya mulai mendistribusikan baju lebaran pada 26 Mei, tepat pada waktunya untuk mencerahkan Idul Fitri bagi keluarga miskin di Yaman tahun ini.

Berita terkait

Houthi Tawarkan Pendidikan bagi Mahasiswa AS yang Diskors karena Demo Pro-Palestina

16 jam lalu

Houthi Tawarkan Pendidikan bagi Mahasiswa AS yang Diskors karena Demo Pro-Palestina

Kelompok Houthi di Yaman menawarkan tempat melanjutkan studi bagi para mahasiswa AS yang diskors karena melakukan protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya

Harga Naik, Toko Ritel Batasi Penjualan Gula Pasir

1 hari lalu

Harga Naik, Toko Ritel Batasi Penjualan Gula Pasir

Sejumlah toko ritel melakukan pembatasan penjualan gula pasir imbas dari naiknya harga gula.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

1 hari lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Indonesia Termasuk?

11 hari lalu

10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Indonesia Termasuk?

Ada 10 negara yang paling tidak aman di dunia dan tidak disarankan untuk berkunjung ke sana. Siapa saja?

Baca Selengkapnya

Beban Puncak saat Lebaran 2024 Naik 3,53 Persen, PLN Klaim Sukses Sediakan Pasokan Listrik Andal

12 hari lalu

Beban Puncak saat Lebaran 2024 Naik 3,53 Persen, PLN Klaim Sukses Sediakan Pasokan Listrik Andal

PT PLN (Persero) mengklaim sukses menyediakan pasokan listrik andal selama periode siaga Ramadan dan Idul Fitri 1445.

Baca Selengkapnya

Cara SANTAI Jaga Kesehatan setelah Lebaran Menurut Dokter

13 hari lalu

Cara SANTAI Jaga Kesehatan setelah Lebaran Menurut Dokter

Dokter penyakit dalam menyebut masyarakat perlu memelihara kesehatan usai Lebaran melalui cara paling mudah, yaitu SANTAI. Cek maksudnya.

Baca Selengkapnya

Obral Remisi Idul Fitri untuk Narapidana Korupsi

15 hari lalu

Obral Remisi Idul Fitri untuk Narapidana Korupsi

Ratusan narapidana korupsi mendapat remisi Idul Fitri termasuk Setya Novanto dan Djoko Susilo.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

15 hari lalu

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Pasca Lebaran 2024 Tak Ada Salahnya Cek Kesehatan

16 hari lalu

Pasca Lebaran 2024 Tak Ada Salahnya Cek Kesehatan

Kenaikan berat badan seringkali diikuti dengan kenaikan kolesterol karena pola konsumsi yang berlebihan saat berlibur panjang dan menu Lebaran 2024.

Baca Selengkapnya

Ketua PBNU Berharap Polemik tentang Gelar Habib Dihentikan

16 hari lalu

Ketua PBNU Berharap Polemik tentang Gelar Habib Dihentikan

Ketua PBNU Kiai Haji Ahmad Fahrur Rozi meminta polemik soal gelar habib dihentikan. Sudah mengarah jadi politisasi SARA.

Baca Selengkapnya