Petugas Imigrasi Selandia Baru Meminta Password Ponsel?
Kamis, 4 Oktober 2018 14:02 WIB
TEMPO.CO, Auckland - Pemerintah Selandia Baru menerapkan kewajiban kepada para pelancong yang memasuki negara itu untuk menyerahkan kata kunci ponsel mereka kepada petugas imigrasi dan bea cukai.
Baca: Kota di AS, Jepang, Selandia Baru Juga Pernah Alami Likuifaksi
Undang-Undang Keimigrasian Selandia Baru 2018, yang mulai berlaku pada pekan ini, mengizinkan para petugas imigrasi dan bea cukai untuk meminta kata kunci, PIN, dan kunci enkripsi dari para pelancong yang memasuki negara itu. Informasi sensitif itu akan digunakan untuk melakukan pemeriksaan digital terhadap peralatan yang dibawa.
“Pelancong yang menolak menyerahkan kata kunci ponselnya akan dikenai denda hingga 5000 dolar Selandia Baru atau sekitar Rp50 juta dan perangkatnya bisa disita lalu dituntut ke pengadilan,” seperti dilansir media News dari Australia pada Kamis, 4 Oktober 2018.
Baca:
Sebelum ini, petugas imigrasi telah memiliki kewenangan untuk meminta pelancong menunjukkan perangkat yang mereka bawa ke negara itu. “Tapi sebelumnya, UU tidak mewajibkan pelancong untuk menyerahkan kata kunci ponsel mereka,” begitu dilansir News.
Mengenai pemberlakuan UU ini, juru bicara kantor imigrasi Selandia Baru, Terry Brown, mengatakan,”Kami tidak tahu jika ada negara lain yang membuat UU yang mengatur sanksi bagi orang-orang yang tidak memberi tahu kata kunci ponselnya.”
Baca:
Seperti dilansir NZTV, Brown mengatakan petugas tidak akan mengakses layanan awan yang terkoneksi ke gadget terkait. “Kami akan melakukan pencarian ke ponsel Anda saat dalam flight mode,” kata dia.
Menurut dia, petugas harus memiliki alasan yang masuk akal untuk mencurigai seorang penumpang dan memeriksa gadget yang dibawanya. Pada 2017, petugas perbatasan Selandia Baru melakukan 537 kali pencarian ke gadget penumpang.
Menurut seorang petugas imigrasi Selandia Baru, pencarian menggunakan digital karena material atau dokumen terlarang kebanyakan berbentuk digital saat ini.
Baca:
Pemberlakuan aturan ini mendapat kecaman dari kelompok hak sipil yaitu Council for Civil Liberties. “Itu merupakan invasi berbahaya bagi privasi pribadi baik bagi orang maupun alat serta orang yang diajak berkomunikasi dengan alat itu,” begitu pernyataan Thomas Beagle, ketua Council.
Menurut Beagle, ponsel cerdas mengandung banyak informasi sensitif seperti email, surat, catatan medis, foto pribadi, dan foto sangat pribadi.
“UU itu memberi petugas imigrasi kekuasaan berlebih untuk membuka ponsel seseorang dan mengambil isinya tanpa ada justifikasi apapun. Kewenangan ini selalu diinginkan petugas imigrasi,” kata dia.
Sejumlah calon pelancong memprotes pemberlakuan UU baru Selandia Baru itu dengan mencuit di Twitter. Akun dengan nama Dewayne Smith mengatakan dia tidak akan pergi ke Selandia Baru karena ada aturan ini. Pengguna Twitter lainnya, Latim Latim, mengatakan ada 190 negara lain yang bisa dikunjungi selain Selandia Baru.