Dilanda Kelaparan, Warga Yaman Terpaksa Makan Daun
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Minggu, 16 September 2018 10:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah perang saudara yang berkecamuk, warga Yaman di wilayah terpencil di Yaman utara, terpaksa makan dedaunan untuk mencegah kelaparan.
Banyak keluarga, terutama anak-anak yang kelaparan, tidak makan apa pun kecuali daun pohon anggur lokal, yang direbus menjadi pasta hijau asam.
Baca: UNICEF: Perang Yaman Neraka bagi Kehidupan Anak
Pusat kesehatan utama di Distrik Aslam dibanjiri puluhan anak-anak yang kurus kering, seperti dilaporkan Associated Press, Sabtu, 16 September 2018.
Anak-anak balita yang sangat kurus, dengan mata menonjol, duduk di bak mandi plastik yang digunakan perawat untuk menimbang berat anak-anak. Kulit tipis anak-anak itu menunjukkan tungkai tulang mereka seperti pensil dan lutut yang melengkung. Perawat mengukur lengan bawah mereka, yang hanya memiliki diameter beberapa sentimeter, menandai tahap terburuk malnutrisi di Yaman.
Baca: Konflik, Setengah Juta Anak-anak Terancam Meninggal Kelaparan
Setidaknya 20 anak diketahui telah meninggal karena kelaparan tahun ini di provinsi yang mencakup distrik tersebut, selama lebih dari tiga tahun dalam perang sipil yang menghancurkan negara ini. Pejabat setempat mengatakan jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, karena beberapa keluarga melaporkannya ketika anak-anak mereka meninggal di rumah.
Di sebuah desa di dekat pusat kesehatan, seorang gadis berusia 7 bulan, Zahra, menangis dan menggapai dengan tangannya yang kurus, memohon ibunya memberinya makan. Sayangnya, ibunya juga kekurangan gizi dan sering tidak dapat menyusui Zahra.
"Sejak hari dia lahir, saya belum punya uang untuk membeli susu atau membeli obatnya," kata ibu Zahra.
Baca: Peraih Nobel Yaman Gugat Mohammed bin Salman, Pelanggaran HAM
Zahra baru-baru ini dirawat di pusat kesehatan. Di rumah dia tidak memiliki apa pun dan orang tuanya tidak mampu menyewa mobil atau sepeda motor untuk membawanya kembali ke klinik.
Jika mereka tidak membawanya ke rumah sakit, Zahra akan meninggal, kata Mekkiya Mahdi, kepala pusat kesehatan.
"Kami berada di abad ke-21, tapi ini adalah perang yang kami derita," kata Mahdi. Dia mengatakan telah mengunjungi desa-desa Aslam dan setelah melihat orang-orang yang hidup dari pasta daun, Mahdi mengatakan, "Saya pulang dan saya tidak bisa memasukkan makanan ke mulut saya."
Kelaparan yang makin memburuk di Aslam adalah tanda kesenjangan dalam sistem bantuan internasional yang sudah kewalahan dan di bawah tekanan dari pemerintah setempat. Namun bantuan dari luar adalah satu-satunya hal yang bisa mencegah kematian yang meluas akibat kelaparan di Yaman. Kondisi di distrik ini juga dapat menjadi indikasi bahwa peringatan para pejabat kemanusiaan menjadi kenyataan.
Dalam enam bulan pertama tahun ini, Provinsi Hajjah, di mana Aslam berada, mencatat ada 17 ribu kasus kekurangan gizi akut parah, lebih tinggi daripada catatan setahun penuh, kata Walid al-Shamshan, kepala bagian gizi Kementerian Kesehatan di Provinsi Hajjah.
Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Perang itu untuk melawan pemberontak Syiah—dikenal sebagai Houthi—yang menguasai utara Yaman, melawan koalisi pimpinan Arab Saudi, yang didukung oleh Amerika Serikat.