Tiga Pelanggaran HAM Myanmar Dikecam oleh Komunitas Internasional
Reporter
Tempo.co
Editor
Suci Sekarwati
Selasa, 4 September 2018 13:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Putusan pengadilan Myanmar pada Senin, 3 September 2018, yang memvonis tujuh tahun penjara pada dua wartawan Reuters berkewarganegaraan Myanamar, membuat negara yang dulu bernama Burma itu kembali menjadi sorotan publik. Sejak 2016, ada tiga tudingan pelanggaran yang dilakukan Myanmar oleh komunitas internasional.
1. Genosida atau pembantaian
Tudingan Myanmar telah melakukan pembantaian menguat setelah tim pencari fakta independen PBB menerbitkan laporan dan dipublikasi pada 28 Agustus 2018. Dalam laporan itu disebutkan pejabat tinggi militer Myanmar terlibat dalam pembantaian penduduk etnis minoritas Rohingya pada Agustus 2017.
Serangan pasukan militer Myanmar ke negara bagian Rakhine dinilai sebagai aksi balasan atas serangan kelompok Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA di 30 pos polisi Myanmar dan pangkalan militer. Sekitar 700.000 penduduk suku Rohingya melarikan diri dari serangan brutal militer Myanmar dan sekarang memenuhi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.
Baca: Biksu Myanmar Anti Rohingya Masuk Daftar Hitam Facebook
Baca: Pertama Kali Wartawan Tahanan Myanmar Bersaksi di Persidangan
2. Pelanggaran HAM
Situs Myanmar Times pada Maret 2018 mempublikasi pernyataan Dewan HAM PBB yang menyebut adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar. Tudingan itu berdasarkan bukti temuan sejumlah kuburan masal pada Februari 2018, tindak perkosaan terhadap perempuan etnis Rohingya, pembakaran rumah-rumah penduduk dan pencabutan hak-hak dasar etnis Rohingya seperti disaksikan oleh sejumlah Komisi Penasehat pada 2017.
3. Kebebasan Pers
Wartawan Myanmar menyebut pemerintah negara itu telah gagal mempertahankan kebebasan pers meskipun telah terjadi pemerintahan transisi dari militer ke pemerintahan terpilih. Kesimpulan itu diperoleh dari sebuah jajak pendapat yang dipublikasikan World Press Freedom pada Mei 2018.
Jajak pendapat dilakukan oleh para aktivis yang tergabung dalam kebebasan berekspresi Myanmar dan lembaga-lembaga mitranya dengan mewawancarai sekitar 200 wartawan Myanmar. Jajak pendapat yang dilakukan pada periode Januari-April 2018 tersebut menemukan kebebasan pers saat ini semakin terkekang dibanding tahun lalu.
Tudingan Myanmar mengekang kemerdekaan pers terlihat pula dari vonis yang dijatuhkan pada Wa Lone dan Kyaw Soe Oo wartawan Myanmar yang bekerja untuk Reuters. Pada Senin, 3 September 2018, pengadilan memutuskan keduanya terbukti melanggar Undang-Undang Rahasia Myanmar dan dihukum 7 tahun penjara.
MYANMAR TIMES | AQIB SOFWANDI