Tiga Langkah Penting agar Pembantai Rohingya Bertanggung Jawab

Reporter

Tempo.co

Rabu, 29 Agustus 2018 18:12 WIB

Sejumlah pengungsi Rohingya menangis saat berdoa bersama dalam aksi damai di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, Sabtu, 25 Agustus 2018. Warga Rohingya ingin kembali ke Myanmar hanya jika status mereka dijamin. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

TEMPO.CO, Jakarta - Pembantaian terhadap penduduk etnis minoritas Rohingya, Myanmar, pada 2017 harus segera ditindak lanjuti dan harus ada pihaknya yang dimintai pertanggungjawaban atas peristiwa ini. Laporan tim pencari fakta PBB yang dipublikasi pada Senin, 27 Agustus 2018, berhasil mendapatkan bukti dari para saksi utama dan menyoroti perlunya bagi Myanmar untuk menyeret para pelaku.

"Sudah disoroti adanya kehadiran personil militer, kurangnya perhatian pemerintah Myanmar dan kurangnya respon dari PBB. Jadi sekarang ada kebutuhan untuk melakukan langkah-langkah," kata Vitit Muntarbhorn, pakar HAM dan profesor hukum di Universitas Chulalongkorn, Thailand, saat ditemui dalam seminar 'dialog nasional Indonesia dalam kerangka PBB tentang analisis risiko' yang diselenggarakan oleh CSIS, Rabu, 29 Agustus 2018.

Baca: Biksu Myanmar Anti Rohingya Masuk Daftar Hitam Facebook

Vitit Muntarbhorn, kiri, pakar hak asasi manusia internasional dan profesor hukum di Universitas Chulalongkorn di Bangkok. Sumber: TEMPO/Suci Sekar

Baca: Amerika Minta Jenderal Myanmar Pelanggar HAM Rohingya Diadili

Advertising
Advertising

Menurut Muntarbhorn, setidaknya ada tiga langkah yang bisa ditempuh untuk menyeret pihak-pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa ini. Pertama, harus dibuka akses ke pengadilan kriminal internasional agar dilakukan investigasi dugaan adanya kejahatan perang.

Kedua, membangun mekanisme untuk mengkonsolidasikan temuan fakta serta memantau apa yang telah ditetapkan, dilaksanakan. Ketiga, adanya persidangan di luar Myanmar, misalnya di Eropa, untuk mengungkap tindak kejahatan ini.

"Ada pengadilan di luar Myanmar untuk mengungkap kebenaran walau pelaku tidak di bawa ke negara yang menyidangkan, misalnya di negara di kawasan Eropa. Dibutuhkan pula langkah nyata dari PBB untuk mengungkap seluruh pelaku, khususnya di kalangan militer, adanya dialog dan pemantauan terkait langkah yang diambil agar benar-benar diterapkan dan dijalankan," kata Muntarbhorn.

Tindak kekerasan yang dialami penduduk etnis minoritas Rohingya sudah beberapa kali terjadi. Puncaknya pada 25 Agustus 2017 ketika terjadi kerusuhan berdarah hingga menyebabkan masyarakat Rohingya kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke negara tetangga.

Laporan sejumlah media menyebut puluhan pos polisi dan pangkalan militer Myanmar diserang oleh militan suku Rohingya. Bentrokan ini menyebabkan lebih dari 400 orang dari kedua belah pihak tewas.

Sumber di pemerintah Myanmar menuding militan Rohingya yang melakukan pembakaran rumah penduduk dan membunuh para penghuninya. Namun kelompok HAM dan penduduk etnis Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh mengatakan, personil militer Myanmar yang memaksa mereka keluar.

Berita terkait

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

35 menit lalu

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

Dubes Palestina untuk Austria menilai upaya membahas Gaza pada forum PBB tidak akan berdampak pada kebijakan AS dan Eropa yang mendanai genosida.

Baca Selengkapnya

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

8 jam lalu

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

Jika perang terus berlanjut selama sembilan bulan, kemajuan yang dicapai selama 44 tahun akan musnah. Kondisi itu akan membuat Gaza kembali ke 1980

Baca Selengkapnya

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

9 jam lalu

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

Tema World Water Forum ke-10 di Bali berkaitan dengan sejumlah tujuan UNICEF. Salah satunya soal akses air bersih untuk anak-anak di daerah.

Baca Selengkapnya

PBB: Kehancuran Bangunan di Gaza Terburuk Sejak PD II, Butuh Biaya Rekonstruksi Hingga US$40 Miliar

10 jam lalu

PBB: Kehancuran Bangunan di Gaza Terburuk Sejak PD II, Butuh Biaya Rekonstruksi Hingga US$40 Miliar

PBB melaporkan kehancuran perumahan di Gaza akibat serangan brutal Israel sejak 7 Oktober merupakan yang terburuk sejak Perang Dunia II.

Baca Selengkapnya

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

1 hari lalu

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?

Baca Selengkapnya

PBB: Bantuan ke Gaza Tak Boleh Jadi Alasan Israel Serang Rafah

2 hari lalu

PBB: Bantuan ke Gaza Tak Boleh Jadi Alasan Israel Serang Rafah

Serangan darat Israel ke Rafah berpotensi memperparah penderitaan ratusan ribu warga Palestina yang terpaksa mengungsi ke kota tersebut

Baca Selengkapnya

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

2 hari lalu

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

Meksiko sebelumnya telah mengajukan banding ke ICJ untuk memberikan sanksi kepada Ekuador karena menyerbu kedutaan besarnya di Quito.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

2 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya

Indonesia Dorong Penetapan Hari Danau Sedunia di World Water Forum Ke-10 Bali

4 hari lalu

Indonesia Dorong Penetapan Hari Danau Sedunia di World Water Forum Ke-10 Bali

Penetapan Hari Danau Sedunia menjadi satu dari empat poin usulan yang dibawa Indonesia untuk diangkat menjadi resolusi PBB.

Baca Selengkapnya

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

4 hari lalu

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

Parlemen Arab menyerukan investigasi internasional independen menyusul penemuan kuburan massal di Rumah Sakit Al-Shifa dan Rumah Sakit Nasser di Gaza

Baca Selengkapnya