Junta Thailand Minta Inggris Ekstradisi Eks PM Yingluck
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Rabu, 1 Agustus 2018 13:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Thailand meminta Inggris mengekstradisi mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang melarikan diri ke Inggris beberapa hari sebelum pengadilan menjatuhkan putusan dalam perkara korupsi skema subsidi beras.
“Kami tidak bisa pergi dan langsung menangkap orang di luar negeri, sehingga terserah negara itu untuk menangkap dan mengirimnya kepada kami," kata Prayut Chan-0-cha, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, Selasa, 31 Juli 2018 seperti dikutip dari Channel News Asia.
Baca: Mantan PM Thailand Yingluck Shinawatra Kini Berkebun
Prayut mengatakan, permintaan tersebut merupakan prosedur yang diperlukan antara kedua negara yang berbagi perjanjian ekstradisi yang ditandatangani pada 1911.
Yingluck melarikan diri dari Thailand untuk menghindari dirinya dipenjara karena skema subsidi beras mengakibatkan negara kerugian miliaran dolar. Adi kandung mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra ini menolak dakwaan. Ia mengatakan ada motif politik di balik persidangan.
Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan hukuman in absentia penjara selama lima tahun pada Yingluck September tahun lalu.
Baca: Sedang Buron, Bekas PM Yingluck Berfoto di Depan Toko Harrods?
Seperti yang dilansir oleh Reuters pada 31 Juli 2018, Yingluck dan Thaksin berada di pusat perebutan kekuasaan yang mendominasi politik Thailand selama lebih dari satu dekade, mengadu kaum royalis tradisional dan elit militer melawan keluarga Shinawatra dan pendukungnya di pedesaan utara dan timur laut.
Belum ada kejelasan mengapa pemerintah Thailand baru 31 Juli meminta ekstradisi Yingluck dan bagaimana tanggapan Inggris.
Baik Thaksin maupun Yingluck masih memiliki pengaruh politik yang signifikan dalam pemilihan umum untuk beberapa tahun ke depan. Para kritikus mengatakan pemerintah militer ingin mengakhiri pengaruh politik keluarga dengan memperkenalkan konstitusi baru dengan dukungan militer dan pemberian batasan-batasan pada partai-partai politik.
REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA | ALISHA ULFAH FIRDIANI