Jurnalis Reuters Peliput Rohingya Dituntut ke Pengadilan Myanmar

Senin, 9 Juli 2018 16:00 WIB

Wartawan Reuters, Wa Lone, dikawal oleh polisi saat meninggalkan gedung pengadilan setelah persidangan Senin, 9 Juli 2018, di Yangon, Myanmar. [AP Photo / Thein Zaw]

TEMPO.CO, Jakarta - Senin 9 Juli, pengadilan Myanmar memutuskan dua jurnalis Reuters yang dituduh memiliki informasi resmi negara secara ilegal dapat dibawa ke pengadilan untuk persidangan.

Kasus jurnalis Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, bergulir setelah beberapa bulan pra-peradilan untuk menentukan apakah ada cukup bukti untuk mebawa tuduhan ke persidangan.

Baca: Ditahan Myanmar, Jurnalis Reuters: Saya Percaya Demokrasi

Keduanya jurnalis ini telah melaporkan berita tentang krisis Rohingya di Myanmar barat, di mana tentara Myanmar dituduh melakukan pelanggaran HAM besar-besaran yang menyebabkan 700.000 etnis Muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.

Tuduhan yang mereka hadapi adalah 14 tahun penjara. Pihak Reuters mendesak otoritas Myanmar untuk membebaskan keduanya.

Advertising
Advertising

“Kami sangat kecewa bahwa pengadilan menolak untuk mengakhiri kasus yang berlarut-larut dan tak berdasar ini, untuk melanjutkan tuduhan kepada Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Jurnalis Reuters ini melakukan pekerjaan mereka dengan cara yang independen dan tidak memihak, dan tidak ada fakta atau bukti yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang salah atau melanggar hukum apa pun," kata Stephen J. Adler, pemimpin redaksi Reuters, seperti dilaporkan Associated Press, 9 Juli 2018.

"Keputusan hari ini menimbulkan keraguan serius terhadap komitmen Myanmar untuk menekan kebebasan dan supremasi hukum," lanjut Adler.

Baca: Myanmar Masuk Daftar Kejahatan Perdagangan Manusia Amerika

Setelah enam bulan pra-peradilan, hakim distrik Yangon, Ye Lwin, menuduh Wa Lone, 32 tahun, dan Kyaw Soe Oo, 28 tahun, telah melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi era kolonial dengan ancaman hukuman maksimal 14 tahun penjara.

Dilaporkan Reuters, Wa Lone mengatakan dia dan Kyaw Soe Oo tidak melakukan kejahatan dan akan memberi kesaksian bahwa mereka tidak bersalah di pengadilan.

"Kami akan menghadapi pengadilan. Kami tidak akan mundur, menyerah atau terguncang oleh ini," kata Wa Lone.

Wartawan Reuters, Kyaw Soe Oo, berbicara kepada media saat dia meninggalkan pengadilan setelah sidang pada Senin, 9 Juli 2018, di Yangon, Myanmar. [AP Photo / Thein Zaw]

Kasus ini menarik perhatian dunia. Beberapa diplomat Barat dan kelompok-kelompok hak asasi mengatakan kasus ini adalah ujian menuju demokrasi penuh di bawah pemerintahan peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, di negara di mana militer masih memegang pengaruh yang besar.

Baca: Kisah Kejamnya Tentara Myanmar Membantai Etnis Rohingya

Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, menolak berkomentar sepanjang proses persidangan, dan hanya mengatakan pengadilan Myanmar independen dan kasus itu akan dilakukan sesuai dengan hukum.

Dalam keputusannya, hakim mengatakan pengadilan telah mengajukan tuntutan terhadap kedua jurnalis berdasarkan bagian 3.1 (c) atas tuduhan jaksa bahwa mereka mengumpulkan dan memperoleh dokumen-dokumen rahasia yang berkaitan dengan pasukan keamanan dengan maksud merusak keamanan nasional. Kasus ini ditunda hingga 16 Juli.

Proses peradilan kini akan memasuki fase pengadilan, di mana pengacara terdakwa akan memanggil saksi di hadapan hakim, yang kemudian akan memberikan putusan, menurut ahli hukum.

Pengacara terdakwa, Khin Maung Zaw, mengatakan kedua jurnalis akan dipanggil untuk bersaksi pada sidang berikutnya.

"Tentu saja, saya tidak puas ... tidak senang. Tapi saya tidak kehilangan harapan. Kami akan berjuang ... dan pada akhirnya kami akan memiliki akhir yang bahagia," kata Khin Maung Zaw, seperti dikutip dari Reuters.

Awal bulan ini, pengacara terdakwa meminta hakim untuk membatalkan kasus ini dengan alasan jaksa telah gagal memberikan bukti yang cukup untuk mendukung tuduhan tersebut. Mereka mengatakan para wartawan ditangkap dalam operasi penyerangan oleh polisi yang bertujuan liputan mereka.

Pada sidang 2 Juli, jaksa Kyaw Min Aung mendesak hakim untuk menuntut dua jurnalis. Dia mengatakan dokumen yang mereka miliki merinci pergerakan pasukan keamanan, sementara dokumen lebih lanjut yang ditemukan di ponsel mereka berisi rahasia negara.

Sepuluh orang Rohingya ditangkap pada 1 September 2017 di desa Inn Din. Keesokan harinya, tentara Myanmar dan penduduk desa menembak dan memukuli mereka sampai mati. Foto diperoleh dari seorang penduduk desa dan dikonfirmasi keasliannya oleh Reuters.[Reuters]

Pada saat penangkapan mereka pada bulan Desember lalu, dua jurnalis Reuters ini telah melakukan investigasi terhadap pembunuhan 10 pria dan anak laki-laki Muslim Rohingya di sebuah desa di Negara Bagian Rakhine, Myanmar barat. Pembunuhan itu terjadi selama operasi militer Myanmar yang catat oleh PBB menyebabkan 700.000 lebih orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Dua jurnalis Reuters mengatakan kepada keluarga mereka, bahwa mereka ditangkap setelah menyerahkan beberapa kertas yang digulung di sebuah restoran di utara Yangon oleh dua polisi yang belum pernah mereka temui sebelumnya.

Pada April, Kapten Polisi Myanmar Moe Yan Naing bersaksi bahwa seorang perwira senior telah memerintahkan bawahannya untuk menyelipkan dokumen rahasia kepada Wa Lone untuk "menjebak" wartawan.

Baca: Myanmar Pecat Jenderal yang Terlibat Membunuh Rohingya

Setelah hadir di pengadilan, Moe Yan Naing dijatuhi hukuman satu tahun penjara karena melanggar disiplin polisi dengan berbicara kepada Wa Lone, dan keluarganya diusir dari rumah polisi. Polisi mengatakan pengusiran dan hukumannya tidak terkait dengan kesaksiannya.

Para cendikiawan, pejuang kebebasan pers dan aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia menentang penahanan dua jurnalis Reuters oleh Myanmar, sementara PBB dan beberapa negara Barat menyerukan pembebasan mereka.

Berita terkait

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

2 jam lalu

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?

Baca Selengkapnya

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

20 jam lalu

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

Jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos mengungkap 58 persen responden percaya Beijing menggunakan TikTok untuk mempengaruhi opini warga Amerika.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

1 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya

Lebanon akan Menerima Yurisdiksi ICC atas Kejahatan Perang Israel di Wilayahnya

4 hari lalu

Lebanon akan Menerima Yurisdiksi ICC atas Kejahatan Perang Israel di Wilayahnya

Lebanon akan menerima yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengadili kejahatan perang Israel di wilayahnya sejak Oktober lalu.

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

6 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

7 hari lalu

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

8 hari lalu

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

Wakil Ketua Junta Myanmar menghilang setelah serangan drone. Ia kemungkinan terluka.

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

10 hari lalu

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

Ribuan warga etnis Rohingya yang mengungsi akibat konflik di Myanmar, berkumpul di perbatasan Myanmar-Bangladesh untuk mencari perlindungan

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

10 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

11 hari lalu

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

Pertempuran berkobar di perbatasan timur Myanmar dengan Thailand memaksa sekitar 200 warga sipil melarikan diri.

Baca Selengkapnya