India Siap Menambang Bahan Baku Nuklir di Bulan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Maria Rita Hasugian
Sabtu, 30 Juni 2018 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - India siap mengirim penjelajah ke bulan untuk misi mencari bahan bakar nuklir murni bernilai triliunan dolar AS, yang diyakini ilmuwan dapat memenuhi kebutuhan energi dunia selama berabad-abad.
Dilansir Russia Today, 29 Juni 2018, Badan antariksa negara itu akan meluncurkan mobil penjelajah luar angkasa atau rover Chandrayaan-2 pada Oktober. Penjelajah ini akan mencari sumber bahan bakar Helium-3.
Baca: Perempuan Gugat NASA untuk Kepemilikan Debu Bulan Neil Armstrong
Helium-3 dapat ditemukan di Bumi tetapi langka dan mahal untuk ditambang. Diperkirakan bulan memiliki cadangan besar dari isotop Helium-3 dan jika dimanfaatkan, dapat memenuhi pasokan energi global selama 200 tahun lebih seperti diprediksi para ahli.
India akan bergabung dengan Cina yang memimpin pengejaran untuk menemukan helium-3 di bawah permukaan bulan.
“Negara-negara yang memiliki kapasitas untuk membawa sumber daya alam dari bulan ke Bumi akan menentukan proses," kata K Sivan, ketua Organisasi Penelitian Luar Angkasa India.
Baca: Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Dampaknya? Waktu Sehari Bisa 25 Jam
Chandrayaan-2 termasuk pengorbit, pendarat dan penjelajah berbentuk persegi panjang. Kendaraan bertenaga surya ini akan mengumpulkan data selama 14 hari dan mencakup radius 400 meter.
Tidak seperti reaksi nuklir lainnya, fusi atom helium-3 melepaskan energi dalam jumlah besar tanpa menyebabkan bahan sekitarnya berubah menjadi radioaktif. Sisa dari Helium-3 adalah energi radioaktif yang benar-benar bersih, bebas dari limbah. Materi tersebut diduga telah tertanam di regolith, lapisan endapan berdebu di atas permukaan bulan.
Para ahli memperkirakan bahwa helium-3 dapat bernilai hingga US$ 10 miliar atau Rp 142 triliun per ton, yang berarti 250.000 ton helium-3 akan bernilai triliunan dolar.
Ide menambang energi yang bersih dan efisien dari Bulan telah mendorong eksplorasi ke bulan dalam beberapa dekade terakhir. Tidak seperti Bumi, yang dilindungi oleh medan magnetnya, bulan telah mengandung Helium-3 dalam jumlah besar, seperti dilansir dari situs resmi European Space Agency. Diperkirakan isotop ini dapat menyediakan energi nuklir yang lebih aman dalam reaktor fusi, karena ia tidak bersifat radioaktif dan tidak akan menghasilkan produk limbah berbahaya.
Baca: Misteri Antariksa: Air di Bumi dan Bulan dari Satu Sumber?
Ahli geologi program Apollo, Harrison Schmidt, telah berulang kali membuat argumen untuk penambangan Helium-3, sementara Gerald Kulcinski di Universitas Wisconsin-Madison adalah pendukung rencana penambangan Helium-3 di bulan. Dia telah membuat reaktor kecil di Institut Teknologi Fusion, tetapi sejauh ini belum dimungkinkan untuk membuat reaksi fusi helium dengan output daya bersih.
Perlombaan untuk supremasi di luar angkasa kembali muncul akhir-akhir ini. Awal bulan ini. Presiden AS Donald Trump mengumumkan pembentukan Space Force sebagai cabang keenam militer AS. Dalam sebuah pidato kepada Dewan Luar Angkasa Nasional di Washington, Trump mengatakan rencananya termasuk upaya untuk membentuk stasiun permanen di bulan, dengan tujuan untuk misi Mars masa depan. Cina adalah satu-satunya negara yang menempatkan pendarat dan penjelajah di bulan dalam beberapa tahun terakhir setelah meluncurkan misi Chang'e 3 pada 2013.