Cina Pasang Rudal di Laut Cina Selatan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Eka Yudha Saputra
Kamis, 3 Mei 2018 20:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Cina memasang rudal jelajah penghancur kapal dan sistem antipesawat di tiga pos militer Laut Cina Selatan. Dilansir Reuters, Kamis 3 Mei 2018, berdasarkan laporan intelijen Amerika Serikat, instalasi ini menjadi rudal Cina pertama di Kepulauan Spratly yang menjadi sengketa sejumlah negara.
Cina tidak memberikan pernyataan terkait pemasangan rudal, namun militer Cina memang sudah lama memberikan perhatian khusus di wilayah Laut Cina Selatan.
Klaim terhadap Laut Cina Selatan sangat penting bagi sejumlah negara yang bersengkata mengingat kawasan ini menjadi rute perdagangan dunia yang penting.
Adapun jenis rudal yang dipasang adalah YJ-12B yang memiliki kemampuan menghancurkan kapal dengan jarak 295 mil, dan rudal antipesawat HQ-9B yang mampu mencegat drone, pesawat, dan rudal dari jarak 160 mil.
Baca: Cina Bangun Pangkalan Kapal Selam di Laut Cina Selatan
"Cina mungkin bisa membangun pangkalan dan memperluas pengaruh militer di Pasifik dan tinggal membutuhkan pasukan untuk mengisi pangkalannya," ujar laksamana Philip Davidson, Kepala Komando Asia Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat.
Instalasi ini menjadi isyarat yang bisa memperburuk konflik antarnegara di Laut China Selatan, yang melibatkan Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan.
Baca: Cina Latihan Siaga Perang di Laut Cina Selatan
Beberapa saat sebelum kabar intelijen ini beredar, Filipina membeli kapal dengan sistem rudal pertamanya sebagai bagian dari program modernisasi alutsista. Rudal Spike ER produksi Israel dipasang di kapal patroli multiguna dengan jarak efektif 5 mil, seperti dikutip dari channelnewsasia, Kamis 3 Mei 2018.
Komandan senior angkatan laut Filipina mengatakan kapal ini untuk patroli di kawasan Laut Cina Selatan dan mencegat gangguan bajak laut di perairan selatan.
Filipina mengalokasikan anggaran 2,41 miliar dolar AS untuk mengembangkan persenjataan kapal tempur, pesawat tempur, helikopter, pesawat pengintai, drone dan sistem radar untuk lima tahun ke depan.
Baca: Cina Bangun Pangkalan Kapal Selam di Laut Cina Selatan
Berbagai langkah militer ini bisa memicu ketegangan konflik Laut Cina Selatan. Pada KTT ASEAN ke-32 di Singapura pada 28 April lalu, menteri luar negeri ASEAN sepakat untuk menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan.
"Kesulitannya adalah apakah kesepakatan mengikat atau tidak, sekali kita memiliki dokumen yang mengatur soal batas wilayah yang disepakati dan bagaimana kesepakatan itu diterapkan," ujar perdana menteri Singapura, Lee Hsien Loong, seperti dikutip dari channelnewsasia.
Lee menegaskan sengketa di Laut Cina Selatan memang sesuatu yang sulit dan membutuhkan waktu, namun dengan perjanjian hitam di atas putih, setidaknya ada kemajuan dalam usaha penyelesaian sengketa. Selain itu, ASEAN mesti mengikutsertakan pihak eksternal untuk mempercepat penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.