Lagi, Cina Naikkan Tarif Impor 106 Produk Amerika Rp 689 Triliun

Editor

Budi Riza

Rabu, 4 April 2018 20:20 WIB

Presiden Donald Trump, bersama dengan Presiden Cina, Xi Jinping saat kunjungannya ke Cina. scmp.com

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Cina kembali merespons keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan menaikkan tarif untuk 106 produk impor dari Amerika senilai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 688,6 triliun per tahun.

Tarif impor naik 25 persen untuk sejumlah produk impor unggulan dari Amerika, seperti kedelai, mobil, wiski, dan zat kimia.

Baca: Perang Dagang, Trump Geber Tarif Impor Produk Teknologi Cina

“Langkah ini diambil setelah pemerintah AS mengumumkan daftar impor produk dari Cina senilai US$ 50 miliar dolar dengan tarif menjadi 25 persen,” demikian dilansir media resmi pemerintah Cina, Xinhua, Rabu, 4 April 2018.

Xinhua mengutip penjelasan resmi Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan Cina di situs resmi. Implementasi kebijakan ini bergantung sepenuhnya pada langkah pemerintah Amerika.

Advertising
Advertising

Baca: Setelah Baja, Trump Bakal Ganjar Impor Produk Canggih Cina

“Kebijakan pemerintah AS merupakan bukti pelanggaran terhadap aturan World Trade Organization,” demikian pernyataan Kementerian Perdagangan.

Media Amerika, CNBC, memberitakan langkah balasan pemerintah Cina ini dengan menyebut kebijakan itu keluar kurang dari 24 jam setelah kebijakan Trump menaikkan tarif produk teknologi dari Cina. Trump menilai ini sebagai langkah hukuman atas praktik perdagangan tidak adil oleh Cina.

Trump memulai perang dagang dengan Cina dengan mengenakan tarif baja dan aluminium masing-masing 25 dan 10 persen. Nilai impor kedua produk ini mencapai sekitar US$ 60 miliar atau sekitar Rp 825,9 triliun. Trump lalu mengeluarkan kebijakan kedua dengan menaikkan tarif produk teknologi asal Cina 25 persen dengan total impor senilai sekitar US$ 50 miliar atau sekitar Rp 688 triliun.

Cina awalnya membalas dengan mengenakan tarif 25 persen untuk sejumlah produk pertanian, seperti daging babi beku, dan aluminium bekas senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 41 triliun. Kemudian pemerintah Cina kembali menaikkan tarif kedua untuk 106 produk tadi hari ini, Rabu, 4 April 2018.

Ditanyai soal perang tarif impor antara kedua negara ini, Kepala Strategi Ekuitas Global Goldman Sachs Peter Oppenheimer mengatakan kepada CNBC, “Saya pikir ini jelas pertempuran dagang.” Menurut dia, pasar merasa gelisah jika ini mengalami eskalasi hingga menjadi perang dagang secara umum.

Menurut Neil Dwane, ahli strategi global Allianz Global Investor, "Saya pikir Beijing ingin menunjukkan bahwa dia tidak ingin di-bully.” Sejak Trump mengenakan tarif, mata uang Cina, yuan, mengalami pelemahan harian cukup besar dalam dua pekan terakhir, yaitu 0,4 persen menjadi 6,3015 yuan per dolar Amerika.

Berita terkait

Cina Turun Tangan Pertemukan Fatah dan Hamas di Beijing

2 jam lalu

Cina Turun Tangan Pertemukan Fatah dan Hamas di Beijing

Pemerintah Cina turun tangan mempertemukan dua kelompok berseteru di Palestina yaitu Fatah dan Hamas

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

4 jam lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

6 jam lalu

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

TikTok berharap memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden.

Baca Selengkapnya

Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

22 jam lalu

Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

Rencana pembukaan lahan 1 juta hektar untuk padi Cina di Kalimantan menuai pro dan kontra. Cara mendaftar menjadi penerima subsidi LPG 3 kilogram.

Baca Selengkapnya

Menlu Retno Setuju Upaya Bersama Berantas Judi Online: Ini Kejahatan Transnasional

1 hari lalu

Menlu Retno Setuju Upaya Bersama Berantas Judi Online: Ini Kejahatan Transnasional

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai penting penanganan judi online dapat diselesaikan secara bekerja sama.

Baca Selengkapnya

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

1 hari lalu

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

BTN mengusulkan skema dana abadi untuk membiayai program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh pasangan Capres-cawapres terpilih Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Huawei Kembali ke Posisi Atas Penguasa Pasar Ponsel di Cina

2 hari lalu

Huawei Kembali ke Posisi Atas Penguasa Pasar Ponsel di Cina

Honor dan Huawei menempati posisi pertama pangsa pasar ponsel pintar di negara asalnya, Cina., menurut IDC

Baca Selengkapnya

Antony Blinken Minta Beijing Beri Kesetaraan Kesempatan untuk Pengusaha Amerika di Cina

2 hari lalu

Antony Blinken Minta Beijing Beri Kesetaraan Kesempatan untuk Pengusaha Amerika di Cina

Antony Blinken menyerukan pada Cina agar memberikan kesempatan yang sama pada para pelaku bisnis dari Amerika Serikat di Cina.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

2 hari lalu

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

Berita terpopuler bisnis pada 24 April 2024, dimulai rencana Cina memberikan teknologi padi untuk sejuta hektare lahan sawah di Kalimantan.

Baca Selengkapnya

Benarkah Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Akan Lebih Sukses Dibanding Jakarta-Bandung?

2 hari lalu

Benarkah Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Akan Lebih Sukses Dibanding Jakarta-Bandung?

Pengamat dari MTI membeberkan alasan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya bakal lebih sukses ketimbang Jakarta-Bandung.

Baca Selengkapnya