Novichok, Pencabut Nyawa dari Rusia

Kamis, 15 Maret 2018 16:18 WIB

Racun Novichok. [YouTube]

TEMPO.CO, Jakarta - Teka-teki penyebab eks agen rahasia Rusia, Sergei Skripal, sekarat pekan lalu mulai terkuak. Perdana Menteri Inggris Theresa May sangat yakin Skripal bersama putrinya, Yulia, 33 tahun, terpapar oleh zat racun yang disebut dengan Novichok.

"Saya dapat menyimpulkan bahwa Skripal dan putrinya terkena racun saraf standar militer yang dikembangkan oleh Rusia," kata Theresa May di depan anggota parlemen seperti dikutip Independent.

"Racun saraf itu disebut dengan Novichok," tambahnya.

Baca: Novichok, Racun Bikin Eks Agen Rahasia Rusia Sekarat

Perdana Menteri Inggris Theresa May mencicipi keripik saat berkampanye di Mevagissey, Cornwall, Inggris, 2 Mei 2017. Pemilu di Inggris akan berlangsung pada 8 Juni mendatang. Dylan Martinez/PA

Advertising
Advertising

Penggunaan racun saraf itu, tulis Independent, dilarang sebagaimana ditetapkan dalam konvensi internasional karena efek zat kimia ini sangat mengerikan. Sejumlah laporan menyebutkan, Novichok pertama kali dikembangkan pada 1970-an dan 1980-an di zaman kejayaan Uni Soviet.

Nama zat racun pencabut nyawa tersebut diambil dari bahasa Rusia yang artinya "pendatang baru". Ada sejumlah fakta bahwa bahan beracun ini dikembangkan dalam bentuk bubuk untuk senjata kimia.

Menurut Sergei Markov, Direktur Institut Studi Politik di Moskow, "Bahan itu diproduksi di Uzbekistan di zaman Uni Soviet dan setelah Uni Soviet runtuh, sebagaimana yang kita tahu, agen intelijen Amerika Serikat memiliki akses ke pabrik ini," katanya seperti dikutip Al Jazeera.

Beberapa peneliti maupun ilmuwan yang mendalami soal zat kimia serempak mengatakan, penggunaan bahan beracun yang memiliki dampak buruk ini harus mendapatkan pengawasan tingkat tinggi.Seorang bocah berumur lima tahun, Doaa memperlihatkan kulit kakinya yang berubah akibat dampak dari bom kimia yang dilepaskan oleh militan ISIS di Qayyara, Irak, 12 November 2016. REUTERS

Pada 1990-an, Novichok menjadi buah bibir di kalangan pemimpin negara maju ketika seorang ilmuwan Soviet bernama Vil Mirzayanov mengungkapkan bahwa negaranya diam-diam mengembangkan gas saraf yang mengerikan. "Kekuatannya melebihi yang dimiliki oleh Amerika Serikat," ucap Mirzayanov.

Apa yang disampaikan oleh Mirzayanov seperti mendapatkan dukungan dari seorang guru besar farmakologi di University of Reading. Dia mengatakan, zat ini lebih berbahaya dan canggih daripada sarin atau VX serta lebih sulit dikenali.

Baca: Kasus Agen Rahasia, Inggris Usir 23 Diplomat Rusia

"Zat ini membuat kerja jantung dan pernapasan lambat sehingga dapat menyebabkan kematian akibat sesak napas," ucapnya. "Oleh karena itu zat ini dilarang dalam konvensi internasional karena sangat mudah mencabut nyawa orang," tambahnya.

Rusia menolak dilibatkan dalam kasus Skripal yang terpapar oleh zat kimia tersebut. Nasib bekas agen rahasia Rusia dan putrinya hingga saat ini tak jelas, apakah tewas atau sekarat di rumah sakit di Inggris sebagaimana diberitakan oleh media massa.

Berita terkait

Tentara AS Ditahan di Rusia, Dituduh Mencuri Uang Kekasihnya

21 menit lalu

Tentara AS Ditahan di Rusia, Dituduh Mencuri Uang Kekasihnya

Rusia menuduh tentara AS terlibat pencurian dengan mengambil uang kekasihnya.

Baca Selengkapnya

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

53 menit lalu

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.

Baca Selengkapnya

Zelensky Masuk Daftar Buronan Rusia, Dubes Ukraina: Upaya Putus Asa dari Negara yang Kalah

10 jam lalu

Zelensky Masuk Daftar Buronan Rusia, Dubes Ukraina: Upaya Putus Asa dari Negara yang Kalah

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia menanggapi laporan media bahwa Rusia memasukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke dalam daftar buronan.

Baca Selengkapnya

Ukraina Berharap Indonesia Hadiri KTT Perdamaian di Swiss Bulan Depan

21 jam lalu

Ukraina Berharap Indonesia Hadiri KTT Perdamaian di Swiss Bulan Depan

Dubes Ukraina mengatakan pemerintah Indonesia belum mengonfirmasi kehadiran di KTT Perdamaian, yang akan berlangsung di Swiss bulan depan.

Baca Selengkapnya

Kementerian Luar Negeri Rusia Kesal Volodymyr Zelensky Bawa-bawa Tuhan dalam Perang Ukraina

1 hari lalu

Kementerian Luar Negeri Rusia Kesal Volodymyr Zelensky Bawa-bawa Tuhan dalam Perang Ukraina

Volodymyr Zelensky disebut Kementerian Luar Negeri Rusia sedang hilang akal karena membawa-bawa Tuhan dalam konflik dengan Moskow.

Baca Selengkapnya

Zelensky Masuk dalam Daftar Buron Rusia, Ukraina Sebut Moskow Putus Asa

1 hari lalu

Zelensky Masuk dalam Daftar Buron Rusia, Ukraina Sebut Moskow Putus Asa

Ukraina menyebut Rusia mencari perhatian karena menetapkan Presiden Zelensky sebagai buronan.

Baca Selengkapnya

Rusia Masukkan Volodymyr Zelensky Dalam Daftar Buronan

2 hari lalu

Rusia Masukkan Volodymyr Zelensky Dalam Daftar Buronan

Kementerian Dalam Negeri Rusia mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Protes Anti-Israel, Penyelenggara Eurovision Larang Pengibaran Bendera Palestina

3 hari lalu

Antisipasi Protes Anti-Israel, Penyelenggara Eurovision Larang Pengibaran Bendera Palestina

Keputusan penyelenggara Eurovision diambil meskipun ketegangan meningkat seputar partisipasi Israel

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

4 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gedung Putih Minta Rusia Dijatuhi Sanksi Lagi karena Kirim Minyak ke Korea Utara

4 hari lalu

Gedung Putih Minta Rusia Dijatuhi Sanksi Lagi karena Kirim Minyak ke Korea Utara

Gedung Putih menyarankan agar Rusia dijatuhi lagi sanksi karena diduga telah secara diam-diam mengirim minyak olahan ke Korea Utara

Baca Selengkapnya