Masa Jabatan Presiden Cina Bakal Dihapus, Xi Jinping Jadi Kaisar?

Reporter

Budi Riza

Editor

Budi Riza

Senin, 26 Februari 2018 10:35 WIB

Presiden AS Donald Trump dan istrinya Melania mengunjungi Forbidden City didampingi Presiden Cina, Xi Jinping serta istrinya Peng Liyuan di Beijing, Cina, 8 November, 2017. REUTERS/Jonathan Ernst

TEMPO.CO, Beijing -- Partai Komunis Cina menyiapkan perubahan konstitusi negara untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Xi Jinping tanpa batas.


Konstitusi saat ini mengatur pejabat Presiden dan wakilnya hanya boleh menjabat maksimal dua periode atau sepuluh tahun.

Baca: Hadapi Cina, India Bangun Pangkalan Militer di Seychelles, Afrika

Advertising
Advertising


Xi Jinping, 64 tahun, mendapat julukan Mao Zedong kedua setelah berani melakukan serangkaian perubahan radikal sejak menjabat sebagai Presiden pada 2013. Xi juga menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis Cina.

Baca: Amerika Beri Korea Utara Sanksi Keras Sepihak, Cina Meradang


"Dia telah melakukan perubahan radikal di partai termasuk menangkap para pimpinan yang terlibat korupsi," begitu dilansir Reuters, Ahad, 25 Februari 2018. Sebelumnya, upaya ini dianggap mustahil dilakukan karena bakal mendapat tentangan keras.


Menurut media resmi Cina, Xinhua, proposal penghapusan batas masa jabatan Presiden dan wakilnya ini diajukan oleh Komite Sentral Partai Komunis. Ini merupakan komite yang paling berkuasa di partai.


Xi bakal menjalani masa jabatan kedua setelah mendapat perpanjangan masa jabatan oleh parlemen pada 5 Maret 2018. Parlemen ini bukanlah pilihan rakyat tapi partai karena Cina tidak mengenal sistem multipartai melainkan satu partai saja.


Menurut Zhang Lifan, seorang sejarawan dan komentator politik, mengatakan berita soal perubahan konstitusi itu bukan hal yang mengejutkan. Dia mengaku tidak bisa memprediksi berapa lama Xi bakal berkuasa.


"Secara teori, dia bisa saja menjabat lebih lama dari Mugabe, tidak ada yang tahu," kata Zhang sambil menyebut bekas Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe, yang sempat berkuasa 40 tahun lalu mundur pada November 2017 karena desakan publik dan militer.


Seorang komentator di jejaring situs Weibo di Cina mengatakan,"Jika masa jabatan dua periode tidak cukup, mereka bisa menambah periode ketiga. Tapi harus ada limit. Menghilangkan batasan tidak bagus," kata pengguna ini.


Menurut Profesor Zhang Ming, yang mengajar ilmu politik di Universitas Renmin di Beijing, Cina, gelar itu tidak penting di Cina. Ini terkait posisi Xi sebagai sekretaris jenderal partai dan bukannya ketua. "Yang penting apakah Anda sebagai kaisarnya," kata Zhang. "Di Cina, orang-orang menganggap Xi Jinping sebagai kaisar."

Berita terkait

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

50 menit lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

5 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

6 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

6 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

10 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

13 jam lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

1 hari lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

2 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

2 hari lalu

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya