Tiga Bulan di Bandara, Keluarga Zimbabwe Tinggalkan Thailand
Kamis, 25 Januari 2018 07:34 WIB
TEMPO.CO, Bangkok -- Sebuah keluarga Zimbabwe, yang telah tinggal di Bandara Internasional Suvarnabhumi International Airport di Bangkok, Thailand, selama tiga bulan ini akhirnya meninggalkan negara itu dan pergi ke Filipina pada Senin, 22 Januari 2018.
"Ada tempat di Filipina. Mereka sekarang dibantu UNHCR," kata Cherngron Rimpadee, juru bicara polisi keimigrasian Thailand, seperti dilansir News, Rabu, 24 Januari 2018. Berita ini juga dilansir situs AfricaNews. UNHCR merupakan lembaga PBB yang menangani pengungsi dan imigran di berbagai negara.
Baca: Dua Jenderal Thailand Terseret Skandal Jam Tangan Mewah Rolex
Keluarga Zimbabwe ini terdiri dari empat orang dewasa dan empat anak. Kehadiran mereka di bandara itu mulai menarik perhatian publik ketika salah seorang pegawai bandara, Kanaruj Artt Pornspolt, mengunggah foto di akun Facebook-nya pada Desember lalu. Foto itu menampilkan dia dan seorang gadis cilik Zimbabwe memegang kado untuk hari Natal.
Baca: Sudah Wafat 2 Bulan, Jasad Biksu Thailand Ini Tersenyum
Tulisan di foto itu menjelaskan semangat gadis cilik ini untuk merayakan Natal dan ketabahannya menjalani kehidupan di bandara internasional Suvarnabhumi. "Kami mencoba mendeportasi mereka ke Zimbabwe namun mereka menolak dengan alasan kondisinya tidak aman bagi mereka," kata Cherngron. Dilansir media Coconuts, Cherngron mengatakan keluarga itu ingin tinggal di Thailand. "Mereka sebenarnya ingin tinggal di sini."
Keluarga Zimbabwe ini datang ke Thailand sebagai turis pada Februari 2017. Otoritas Thailand lalu mendapati mereka telah melewati batas waktu visa saat keluarga itu berusaha melanjutkan perjalanan ke Barcelona, Spanyol, lewat Ukraina tanpa menggunakan visa pada Oktober lalu.
Peristiwa ini mengingatkan publik pada film The Terminal yang dirilis 2004. Film itu menampilkan aktor Tom Hanks, yang terjebak di sebuah bandara di New York karena pemerintah negaranya mengalami kisruh politik dan dia tidak memiliki dokumen perjalanan.
"Lalu UNHCR meminta kami menunda proses deportasi hingga proses permintaan suaka mereka bisa diproses," kata Cherngron. Berbeda dengan Filipina, Thailand belum meratifikasi Konvensi Pengungsi PBB 1951. Negara itu juga tidak mengakui pengungsi atau permintaan suaka dan memperlakukan mereka sebagai imigran ilegal.
Pada Nopember lalu, Zimbabwe mengalami kisruh politik saat diktator Presiden Robert Mugabe, 93 tahun, dijatuhkan oleh militer dengan alasan penyelamatan negara. Selama masa pemerintahan Mugabe, perekonomian Zimbabwe mengalami mismanajemen sehingga terjadi kemiskinan massal, pengangguran dan minimnya investasi domestik dan asing. Ini membuat keluarga Zimbabwe tadi terjebak di bandara di Thailand.