Krisis Listrik, Nyawa 200 Bayi di Rumah Sakit di Gaza Terancam
Reporter
Terjemahan
Editor
Maria Rita Hasugian
Kamis, 4 Januari 2018 17:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 200 bayi dan pasien yang dirawat di unit rawat intensif atau ICU di sejumlah rumah sakit di Gaza terancam hidupnya akibat aliran listrik yang hanya bertahan hingga akhir Februari 2018.
"Tanpa bantuan dana darurat, sejumlah rumah sakit akan menghadapi bencana. Di sana sedikitnya ada 200 bayi dan pasien di bagian rawat inap intensif. Situasi ini akan sangat fatal bagi mereka. Ada lusinan orang yang sedang menjalani bedah yang akan terkena dampaknya," kata Mahmoud Daher, Kepala Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang berkantor di Gaza, seperti dikutip dari Guardian, Rabu, 3 Januari 2018.
Baca: Krisis Listrik di Jalur Gaza, Hamas Salahkan Otoritas Palestina
Saat ini, kata Daher, Gaza krisis listrik. Sejumlah rumah sakit bertahan dengan bantuan generator darurat untuk 20 jam lamanya per hari. Itu pun setelah para staf medis terpaksa menghemat listrik untuk digunakan pada layanan mendasar, seperti peralatan sterilisasi dan diagnosis.
Sebanyak 500 ribu liter bahan bakar per bulan dibutuhkan rumah sakit untuk menopang krisis listrik di Gaza. Sedangkan dana bantuan dipakai untuk membiayai kebutuhan rumah sakit di Gaza hingga akhir Februari mendatang.
Situasi krisis listrik di rumah sakit di Gaza akan dapat teratasi, selama bantuan dana tetap mengalir.
Menurut Dr Andy Ferguson, Direktur Program Bantuan Kesehatan untuk Palestina, krisis listrik di Gaza bercampur dengan ketiadaan obat-obatan dan larangan bergerak secara bebas sehingga menimbulkan darurat medis.
Baca: Begini Girangnya Anak-anak Gaza Saat Pertama Kali ke Yerusalem
Kesulitan akan peralatan steril telah mengakibatkan meningkatnya penyakit infeksi di rumah sakit. Sedangkan naik-turunnya daya listrik telah merusak peralatan medis yang sensitif.
"Memburuknya gizi ibu-ibu membuat angka prematur dan bayi dengan berat tubuh kurang meningkat sehingga membuat unit perawatan khusus bayi baru lahir di rumah sakit al-Shifa kerap penuh sesak," kata Ferguson.
WHO memperingatkan bahwa generator listrik juga butuh diperbaiki. Namun sejumlah rumah sakit di Gaza tidak dapat melakukan perbaikan karena larangan untuk memasukkan barang-barang ke Gaza.
"Kami telah diberi tahu para dokter di unit neonatal agar ada periode ketika para staf membuat ventilasi manual untuk pasien di ruang ICU karena generator tak berfungsi," ujar Ferguson.
Baca: Otoritas Palestina Hentikan Suplai Obat ke Jalur Gaza
Menurut data terbaru WHO, terjadi kelangkaan obat dan peralatan medis di Gaza. Dari 516 obat esensial dalam daftar, 223 jenis atau 45 persen tidak ada stoknya pada November 2017. Hingga akhir November, menurut WHO, 48 persen obat yang digunakan di sejumlah departemen darurat dan ICU habis stoknya.
Adapun krisis listrik membuat rumah sakit kesulitan menyimpan darah dalam jumlah besar.
Situasi bertambah sukar karena akses untuk mendapatkan perawatan medis lebih baik di luar Gaza sangat sulit. Sehingga mengakibatkan para pasien meninggal lantaran tidak mendapatkan perawatan lebih baik.
Ferguson menyebutkan 45 persen pasien yang mengajukan izin dari pemerintah Israel pada Oktober tahun lalu, tidak diperbolehkan keluar dari Gaza. Sepanjang 2017, sedikitnya 30 pasien meninggal karena dicegah keluar oleh Israel demi mendapatkan perawatan kesehatan lebih baik, atau karena tak mampu membiayai penyakit yang dideritanya.