Gelombang Baru Pengungsi Rohingya, Tiga Balita Meninggal
Reporter
Terjemahan
Editor
Budi Riza
Rabu, 11 Oktober 2017 06:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan warga etnis Rohingya melarikan diri dari tindak kekerasan militer Myanmar ke Bangladesh dan jumlahnya terus melonjak pada Senin 9 Oktober.
Pihak berwenang melaporkan diantara pengungsi baru ini ditemukan banyak anak – anak yang mengalami kelaparan, kelelahan dan demam.
Baca: PM Bangladesh Tuding Myanmar Provokasi Perang Terkait Rohingya
Baca: Rohingya Tolak Ikut Verifikasi untuk Pulang ke Myanmar
Namun pada Senin kemarin, beberapa saksi mata mengatakan gelombang pengungsi baru tiba di desa perbatasan Anjumanpara. Mereka menggunakan perahu dengan menyeberangi bagian sempit Sungai Naf yang memisahkan Bangladesh dan Myanmar.Baca: Kritik Rohingya, Gelar Ratu Kecantikan Myanmar Dicopot
Anggota Dewan Desa Anjumanpara, Sultan Ahmed, mengklaim puluhan ribu pengungsi tiba di desanya kemarin. Sementara korespondern AFP di lokasi kejadian melihat setidaknya 10 ribu pengungsi tiba sepanjang siang hingga malam hari.Letnan Kolonel, Manzurul Hassan Khan, yang merupakan komandan Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) , memperkirakan sekitar 6 ribu pengungsi Rohingya tiba selama siang hari.
“(Jumlah ini) menjadi kedatangan Rohingya yang paling banyak dalam dua minggu terakhir,” kata Khan pada AFP, Selasa, 10 Oktober 2017.
Diantara pengungsi yang baru tiba, ada dua bocah berusia 2,5 tahun dan 3 tahun meninggal ketika mereka memasuki wilayah Bangladesh akibat kelaparan dan kelelahan, kata Khan.
“Orang tua mereka memberitahu kami mereka meninggal karena kelaparan. Mereka dimakamkan di pemakaman desa kami,” tambah Khan.
Fotografer AFP yang berada di lokasi mengatakan seorang bocah berusia 4 tahun lainnya meninggal karena demam.
“Ayahnya yang menggendong bocah yang sakit itu. Dia shock saat menyadari anaknya telah menghembuskan nafas terakhirnya selama perjalanan di perahu,” kata fotografer itu.
Sekitar 519 ribu pengungsi Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus lalu ketika kelompok militan Pembebasan Arakan Rohingya atau ARSA menyerangan pos polisi Myanmar.
Militer Myanmar menggunakan kesempatan ini untuk melakukan operasi bumi hangus terhadap rumah dan pedesaan yang ditinggali warga etnis Rohingya di negara bagian Rakhine.
Pejabat PBB menyebut tindakan brutal militer Myanmar, yang dibantu milisi garis keras Budha, sebagai operasi pembersihan etnis.
Pemerintah Myanmar menyangkal semua tuduhan ini dan mengklaim operasi militer dilakukan untuk melawan ARSA, yang dicap sebagai teroris.
PBB memperkirakan sekitar 800 ribu hingga satu juta warga etnis Rohingya telah menyelamatkan diri ke Bangladesh dalam kurun waktu lima tahun terakhir untuk menghindari kekerasan.
CHANNEL NEWSASIA | DWI NUR SANTI