Dikirimi Jet Tempur, Korea Utara: Donald Trump Presiden Jahat
Minggu, 24 September 2017 14:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara mengatakan serangan rudal ke daratan Amerika Serikat tidak terelakkan karena “Tuan Presiden Jahat” Donald Trump menyebut pemimpin tertinggi negara komunis itu sebagai “rocket man”. Perang retorika ini meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea terkait program pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara.
Pernyataan Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Hong Ho, ini dilontarkan dalam forum Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa beberapa jam setelah pesawat pengebom angkatan udara AS, B-1B Lancer, melakukan unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.
Baca: 3,5 Juta Warga Korea Utara Daftar Relawan Perang
Pesawat ini terbang dengan diiringi sejumlah pesawat tempur jet melakukan terbang di atas laut internasional di sebelah timur Korea Utara. Ini merupakan bagian dari peringatan kepada Kim Jong-un bahwa Trump memiliki sejumlah opsi militer untuk menyerangnya.
Pernyataan Ri Hong ini memuncaki perang mulut antara Washington dan Pyongyang dengan Trump dan Jong –un selama sepekan terakhir. Trump menyebut Kim sebagai “orang gila” pada Jumat lalu, sehari setelah Kim menamai Trump “orang gila AS yang tua dan pikun”.
Baca: Korea Utara Dihukum, Trump Berterima Kasih ke Cina dan Rusia
Pada Sabtu lalu waktu New York, yang merupakan kota tempat Sidang Umum PBB digelar, Ri kembali menyerang Trump dengan menyebutnya “orang gila megalomania dan manja” yang mencoba mengubah PBB menjadi sarang gangster.
Ri malah menyebut Trump sedang melakukan misi bunuh diri setelah sebelumnya justru Trump yang menyebut Kim Jong un melakukan hal itu. “Presiden jahat menguasai AS,” kata Ri.
Ri juga sesumbar bahwa Pyongyang siap untuk membela dirinya jika AS terindikasi melakukan operasi untuk menyerang markas militer negara komunis ini.
“Sekarang kami hanya beberapa langkah sebelum menyelesaikan proses menjadi negara kekuatan nuklir,” kata Ri kepada para kepala negara yang menghadiri acara PBB ini.
Pada kamis lalu, Trump kembali mengumumkan sanksi ekonomi kepada Korea Utara dengan menyasar individu dan perusahaan yang memfasilitasi transaksi keuangan dan perdagangan dengan Korea Utara.
Korea Utara mengatakan serangan rudal ke daratan Amerika Serikat tidak terelakkan karena “Tuan Presiden Jahat” Donald Trump menyebut pemimpin tertinggi negara komunis itu sebagai “rocket man”. Perang retorika ini meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea terkait program pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara.
Pernyataan Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Hong Ho, ini dilontarkan dalam forum Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa beberapa jam setelah pesawat pengebom angkatan udara AS, B-1B Lancer, melakukan unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.
Pesawat ini terbang dengan diiringi sejumlah pesawat tempur jet melakukan terbang di atas laut internasional di sebelah timur Korea Utara. Ini merupakan bagian dari peringatan kepada Kim Jong-un bahwa Trump memiliki sejumlah opsi militer untuk menyerangnya.
Pernyataan Ri Hong ini memuncaki perang mulut antara Washington dan Pyongyang dengan Trump dan Jong –un selama sepekan terakhir. Trump menyebut Kim sebagai “orang gila” pada Jumat lalu, sehari setelah Kim menamai Trump “orang gila AS yang tua dan pikun”.
Pada Sabtu lalu waktu New York, yang merupakan kota tempat Sidang Umum PBB digelar, Ri kembali menyerang Trump dengan menyebutnya “orang gila megalomania dan manja” yang mencoba mengubah PBB menjadi sarang gangster.
Ri malah menyebut Trump sedang melakukan misi bunuh diri setelah sebelumnya justru Trump yang menyebut Kim Jong un melakukan hal itu. “Presiden jahat menguasai AS,” kata Ri.
Ri juga sesumbar bahwa Pyongyang siap untuk membela dirinya jika AS terindikasi melakukan operasi untuk menyerang markas militer negara komunis ini.
“Sekarang kami hanya beberapa langkah sebelum menyelesaikan proses menjadi negara kekuatan nuklir,” kata Ri kepada para kepala negara yang menghadiri acara PBB ini.
Pada kamis lalu, Trump kembali mengumumkan sanksi ekonomi kepada Korea Utara dengan menyasar individu dan perusahaan yang memfasilitasi transaksi keuangan dan perdagangan dengan Korea Utara.
REUTERS | BUDI RIZA