Suasana penjualan perdana smartphone Samsung Galaxy S6 dan Galaxy S6 edge di Grand Indonesia, Jakarta, 8 Mei 2015. PT Samsung Electronics Indonesia, hari ini secara resmi menghadirkan Samsung Galaxy S6 dan Galaxy S6 edge serentak di Jakarta dan Medan. Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Cho Tai Young, memprediksi kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Negeri Ginseng akan meningkat pesat dalam waktu dekat. Peningkatan itu diharapkan terjadi berkat comprehensive economic partnership agreement (CEPA) yang sedang dibicarakan kedua negara.
"Kedua negara terus mendiskusikan terwujudnya CEPA. Kita tunggu hasilnya dalam waktu dekat," ujar Cho di Kedutaan Besar Korea Selatan, Rabu malam, 1 Juli 2015.
Konsep CEPA, kata Cho, serupa dengan free trade agreement (FTA) yang telah disepakati di negara-negara anggota ASEAN. Dengan adanya CEPA, kedua negara dapat saling berinvestasi langsung secara bebas.
Cho menjanjikan CEPA akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedua negara secara tajam. Indonesia, menurut dia, adalah negara yang sangat penting bagi Korea Selatan karena memiliki potensi sumber daya alam melimpah serta merupakan pasar yang besar.
Setiap tahun, Korea mengimpor banyak sumber daya alam dari Indonesia, seperti minyak bumi, gas alam, dan karet. Sebaliknya, "Sebanyak 2.200 perusahaan Korea telah beroperasi di Indonesia," ucap Cho.
Pembicaraan kedua negara tentang CEPA telah dimulai sejak Juli 2012. Tujuannya adalah mencapai kesepakatan yang akan mengarahkan terciptanya perdagangan bebas yang lebih dalam antara Indonesia dan Korea Selatan.
Pembicaraan ini sempat tersendat pada 2014 karena ketidaksepahaman jaminan investasi. Poin-poin kesepakatan baru kemudian diajukan dan diskusi CEPA kembali dilanjutkan.
Hubungan antara Korea dan Indonesia terus berkembang sejak tahun 1973 pada berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Hubungan bilateral ini membuat perdagangan kedua negara berkembang pesat. Pada 2013, perdagangan Indonesia dan Korea Selatan mencapai US$ 25 miliar. Tak hanya investasi, pertukaran budaya dan manusia juga terus dilakukan.