AS Dakwa Enam Warga Cina dengan Spionase Ekonomi

Reporter

Editor

Abdul Manan

Rabu, 20 Mei 2015 06:37 WIB

Markas FBI. Wikimedia.org

TEMPO.CO, Washington - Departemen Kehakiman Amerika Serikat mendakwa enam warga negara Cina dengan spionase ekonomi dan pencurian rahasia dagang. Seperti dilansir Voice of America edisi 19 Mei 2015, mereka diduga mengakses teknologi rahasia AS dan berbagi dengan universitas dan perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Cina.

Pejabat AS di Washington mengumumkan dakwaan terhadap enam orang itu Selasa 19 Mei 2015. Para terdakwa, semuanya berkewarganegaraan Cina, termasuk Hao Zhang, yang kini dalam tahanan, rekan insinyur nya Wei Pang dan empat insinyur Cina lainnya dan profesor, mencuri rahasia dagang dari dua perusahaan teknologi AS, Skyworks Solutions dan Avago Technologies.

Perusahaan-perusahaan Amerika itu memproduksi filter frekuensi radio yang dikenal sebagai FBARs (film tipis pengumpul resonator akustik). Ini adalah perangkat yang digunakan dalam telpon seluler dan perangkat mobile lain yang memproses sinyal nirkabel untuk masuk dan keluar.

Pang dan Zhang mendapat gelar doktor di bidang teknik listrik dari sebuah universitas di California pada tahun 2005 dan kemudian masing-masing mulai bekerja untuk Avago dan Skyworks.

Menurut surat dakwaan itu, selama tahun 2006 dan 2007 dua insinyur terlatih AS itu, bersama-sama dengan rekan-konspirator lainnya, mendekati universitas dan perusahaan Cina dengan mengajukan proposal untuk memulai memproduksi chip FBAR di Cina.

Pada tahun 2008, mereka mulai bekerja dengan Universitas Tianjin untuk membangun fasilitas fabrikasi FBAR, sambil terus bekerja di Avago dan Skyworks. Satu tahun kemudian mereka mengundurkan diri dari perusahaannya di tempat dia bekerja dan mengambil jabatan guru penuh waktu di sekolah, kemudian membentuk sebuah perusahaan untuk memproduksi FBARs secara massal.

Empat orang lain yang didakwa bersama Pang dan Zhang adalah Jinping Chen, Zhang Huisui, Chong Zhou dan Zhao Gang. Para terdakwa, semuanya berkisar di usia 26 sampai 41 tahun, dituduh mencuri kode sumber komputer dan prosesnya, spesifikasi, desain tata letak dan dokumen lainnya dari perusahaan teknologi Amerika, berbagi informasi di antara mereka sendiri, dan dengan orang lain yang bekerja untuk Universitas Tianjin.

"Para terdakwa memanfaatkan akses dan pengetahuan tentang teknologi AS yang sensitif, memperolehnya secara ilegal dan berbagi rahasia dagang AS dengan (China) untuk keuntungan ekonomi," kata John Carlin, asisten jaksa agung untuk isu keamanan nasional.

David Johnson dari Biro Penyelidik Federal (FBI) AS mengatakan, tindakan yang dituduhkan dalam dakwaan mengungkapkan "upaya metodis dan tanpa henti oleh kepentingan asing untuk memperoleh dan memanfaatkan teknologi AS yang sensitif dan berharga melalui penggunaan individu yang beroperasi di Amerika Serikat." "FBI berkomitmen untuk membasmi spionase industri yang menempatkan perusahaan-perusahaan AS mengalami kerugian di pasar global," katanya.

Zhang ditangkap di Los Angeles pada 16 Mei ketika ia tiba dalam penerbangan dari Cina. Dia menghadapi maksimal 50 tahun penjara jika terbukti bersalah. Perintah penangkapan telah dikeluarkan untuk lima terdakwa lainnya.

VOANEWS | ABDUL MANAN

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya