Kisah Pelarian yang Tinggal Bersama ISIS 6 Bulan
Editor
Maria Rita Hasugian
Rabu, 11 Februari 2015 12:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang bergabung dengan ISIS karena antusias dengan berbagai hal yang mereka lihat di media sosial. Kenyataannya, hal tersebut tidak selalu benar.
Hal ini diungkapkan oleh seorang bekas anggota ISIS bernama Abu Ibrahim. Saat wawancara dengan CBS, dia bercerita bahwa banyak orang melihat ISIS sebagai sesuatu hal yang luar biasa. "Namun kenyataannya tidak demikian, tidak selalu ada pertunjukan militer dan tidak selalu berakhir dengan kemenangan," ujar Abu Ibrahim, seperti dikutip CBS, Selasa, 10 Februari 2015.
Mualaf itu mengaku bergabung dengan ISIS karena rasa ingin tahu tentang hidup di bawah hukum syariat. Selama enam bulan bersama ISIS, dia telah melihat penyaliban. Dia juga menyaksikan hukuman rajam pasangan yang berselingkuh. Dia menilai apa yang dilakukan ISIS bukanlah cara-cara abad pertengahan yang barbar. "Tindakan tersebut memang keras, namun begitulah hukum syariat," tuturnya.
Polisi Syariat ISIS, Hisbah, bertugas menegakkan hukum Islam di sana. Abu Ibrahim bercerita, kehadiran mereka mencegah adanya pencurian dan perilaku buruk lain. Hisbah juga mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan musik, perempuan yang tidak berpakaian dengan benar, dan pria yang menumbuhkan jenggotnya.
Menurut Ibrahim, kehidupan bersama ISIS hampir sepenuhnya disubsidi. Mereka menyediakan tempat tinggal, makanan, dan uang saku.
"Awalnya, jumlahnya sekitar US$50 (sekitar Rp 634 ribu) per bulan. Namun, pada musim dingin, jumlah itu ditambah menjadi US$100 (sekitar Rp 1,2 juta), agar orang-orang dapat membeli pakaian hangat dan barang-barang kebutuhan di rumah mereka. Mereka juga menyediakan tempat tinggal bagi yang sudah menikah, dengan perabotan dan kebutuhan penting lain," katanya.
Satu syarat penting yang diberikan ISIS jika sudah bergabung dengan mereka adalah tidak boleh meninggalkan ISIS. Syarat tersebut, kata Ibrahim, membuat kehidupannya seperti berada di dalam penjara. Dia menambahkan, jika tertangkap, dia akan dikurung dan diinterogasi.
Ibrahim menuturkan ISIS sangat takut akan kemungkinan spionase dan infiltrasi. Orang-orang yang dituduh melakukan kegiatan mata-mata akan dieksekusi. Meski begitu, Ibrahim tetap mencari jalan untuk bebas dari ISIS. Beberapa hal lain juga membuatnya memutuskan pergi.
"Tindakan-tindakan ISIS seperti pemenggalan kepada orang-orang yang tak bersenjata dan tidak bersalah membuat saya tidak setuju dengan mereka," ujarnya.
Dia merasa tidak melakukan apa yang ingin dilakukannya saat pertama kali bergabung dengan ISIS. "Saya ingin membantu Suriah, tapi yang saya lakukan adalah sesuatu yang berbeda. Saya tidak lagi punya alasan untuk berada jauh dari keluarga saya," katanya.
Ibrahim menjelaskan bahwa moral di dalam ISIS cukup kuat. Namun ada juga beberapa orang yang mulai merasakan ketidakpuasan. Ibrahim mengaku tidak akan merindukan kehidupan di sana. "Saya akan merindukan teman-teman yang saya kenal di sana dan rasa persaudaraannya. Namun saya tidak merindukan ISIS," ujarnya, mengakhiri wawancara.
CBS | WINONA AMANDA