Pasukan Prancis berpatroli di sekitar menara Eifel pada tanggal 12 Januari 2015 di Paris. Menyusul serangan teror terhadap Prancis belakangan ini, Pemerintah mengaktifkan kembali sistem pertahanan Vigipirate. Jeff J Mitchell/Getty Images
TEMPO.CO , Paris: Trauma Charlie Hebdo mengambang di atas Paris. Seminggu setelah serangan teroris di kantor Charlie Hebdo, jumlah wisatawan di Paris menurun. Menara Eiffel, misalnya, tampak lebih sepi. Hanya sedikit wisatawan yang lewat dan berfoto atau dilukis oleh seniman jalanan. Antrean di bawah menara yang biasannya mengular sekarang hanya pendek saja.
"Setelah serangan itu, (tempat ini) menjadi sangat sepi. Hampir tidak ada seorang pun di sini," kata Kamel Bougrab, penjual sandwich di sekitar area Menara Eiffel. (serangan ke Charlie Hebdo, klik infografis ini: Siang Berdarah di Charlie Hebdo)
Pejabat pariwisata Paris tidak bisa memberikan angka kunjungan wisatawan pasca penyerangan pekan lalu itu. Namun, wartawan AP yang berkunjung ke objek-objek wisata utama dan mewawancarai para pedagang menunjukkan adanya penurunan jumlah pengunjung yang signifikan.
Juru bicara Eiffel mengungkapkan, sejauh ini jumlah pengunjung Eiffel tidak menurun dibandingkan dengan bulan Januari 2014 lalu. Namun, ia mengakui bahwa belum ada penyusunan statistik pengunjung.
Juru bicara Musium Louvre menjelaskan kunjungan sekolah ke wilayah Paris termasuk musium dibatalkan oleh Kementerian Pendidikan Prancis lantaran kota ini berstatus waspada. Biasanya, setiap hari musium ini menerima ratusan anak sekolah. Pasca insiden Charlie Hebdo, yang tampak justru jumlah polisi meningkat di sekitar bandara, sekolah Yahudi, dan kantor media.
Sekitar 10.500 tentara bersenjata lengkap masih dikerahkan di seluruh Prancis, enam ribu di antaranya ditempatkan di Paris. Seperti dilansir dilansir news.com.au, ini adalah pengerahan pasukan keamanan terbesar dalam sejarah Prancis.
Wisatawan Australia, Lucinda Bay, 22 tahun mengatakan ia awalnya sempat dilanda khawatir untuk datang ke Paris bersama adiknya. "Saya sedikit waswas, tapi saya kira ini (teror) bisa terjadi di mana saja. Saya tidak ingin kejadian itu (serangan Charlie Hebdo) menghentikan kami mengunjungi kota yang indah ini," katanya.
Polisi bersenjata yang berpatroli di jalan-jalan membuat sebagian pengunjung tidak nyaman, terutama yang berasal dari negara di mana polisinya tidak pernah membawa senjata. "Sedikit menakutkan melihat senapan-senapan berat itu," kata Mimi George, mahasiswi Australia berusia 20 tahun. "Tapi akhirnya itu dapat membuatmu lebih aman."