Lewat Voting, DPR AS Setujui Anggaran 2015

Reporter

Editor

Rosalina ocha

Jumat, 12 Desember 2014 22:30 WIB

Presiden A.S., Barack Obama (kiri), membeli buku bersama putrinya , Sasha dan Malia (kanan), di Washington, 29 November 2014. REUTERS/Yuri Gripas

TEMPO.CO, Washington - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran 2015 pemerintahan Barack Obama sebesar US$ 1,1 triliun atau sekitar Rp 13.500 triliun. Persetujuan itu turun setelah dilakukan pemungutan suara yang berlangsung hingga Kamis tengah malam, 11 Desember 2014, waktu setempat.

Dari 425 anggota yang hadir, sebanyak 219 menyetujui dan 206 lainnya menolak RUU Anggaran 2015. Setelah pemungutan suara, DPR dan Senat akan menggelar pertemuan untuk membahas pendanaan agar kegiatan operasional kantor pemerintahan pelayanan sipil tetap berjalan.

Anggaran itu sebagian besar akan mendanai kegiatan operasional pemerintah hingga September 2015, namun ada beberapa daerah yang hanya akan menerima pendanaan jangka pendek. "Terima kasih dan selamat Natal," kata John Boehner, pemimpin DPR dari Partai Republik seusai pemungutan suara, seperti dilansir BBC, Jumat, 12 Desember 2014. (Baca juga: Lawan ISIS, Obama Ajukan Anggaran Rp 38,4 T)

Sebanyak 57 anggota dari Partai Demokrat memberikan suara dukungan terhadap rancangan anggaran, namun sebagian lainnya merasa kecewa atas sikap Presiden Obama ihwal rancangan anggaran tersebut. "Saya sangat kecewa pada posisi Obama saat ini," kata Nancy Pelosi, pemimpin DPR dari Partai Demokrat.

Rancangan anggaran itu harus disahkan kembali oleh Senat dan dikirim ke Presiden untuk ditandatangani menjadi undang-undang. Pemimpin Senat, Harry Reid, mengatakan pihaknya akan mulai melihat isi rancangan tersebut pada hari ini. (Baca juga: Presiden Obama Tunjuk Menteri Pertahanan Baru)

Sebelumnya, Partai Demokrat sempat menolak rancangan ini. Mereka berpendapat, rancangan ini akan sangat membahayakan bagi keluarga kelas menengah di Amerika. Di sisi lain, jika rancangan ini gagal disetujui, tidak ada jaminan bagi operasionalisasi kantor pemerintahan di AS akan tetap buka melayani kepentingan publik.

Pemerintah Amerika Serikat memasuki masa "shutdown" selama Oktober 2013, setelah Kongres gagal menyepakati anggaran baru. Akibat shutdown itu, lebih dari 700 ribu karyawan terpaksa cuti tanpa dibayar. Selain itu, beberapa tempat umum seperti taman nasional, lokasi wisata, hingga situs web pemerintah tidak beroperasi.

BBC | ROSALINA

Terpopuler Dunia:
Benarkah Hitler Sesungguhnya Hidup di Sumbawa?
Problem TKI di Malaysia, RI Minta Majikan Diadili
Menteri Palestina Tewas Dianiaya Polisi Israel
Wartawan Al Jazeera Tewas di Suriah

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya