Sejumlah orang yang diduga anggota militan Negara Islam (IS) berada di dekat benderanya di kot Ain al-Arab, yang dinekal sebagai kota Kobani oleh masyarakat Kurdi yang terlihat dari perbatasan Turki-Suriah di Suruc, Sanliurfa, 6 Oktober 2014. Dua bendera Negara Islam (IS) terlihat di kota Kobani Suriah, yang berusaha untuk menguasi wilayah tersebut. ARIS MESSINIS/AFP/Getty Images
TEMPO.CO, Kobane - Pasukan Kurdi tengah berusaha mati-matian melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah yang telah memasuki Kota Kobane, perbatasan Suriah dan Turki, sejak tiga pekan lalu. Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan Kurdi di bawah pimpinan Amerika Serikat ini dinilai tidak terlalu signifikan untuk menahan serangan ISIS.
"Kami membela Kobane, tapi senjata kami amat sederhana, sedangkan mereka (ISIS) memiliki senjata berat. Mereka sangat sulit dikepung sehingga dapat bergerak dengan mudah," kata pejabat senior Kurdi, Sheikh Hasan, kepada AP, seperti dilaporkan Time, Sabtu, 11 Oktober 2014. (Baca: PBB: 700 Orang Masih Terperangkap di Kobane)
Namun pasukan Kurdi tidak akan membiarkan Kobane jatuh ke tangan ISIS. Sejak Jumat lalu, Hasan menjelaskan, penjagaan difokuskan pada timur Kobane, di mana banyak kantor polisi dan kantor pemerintahan lokal berada. Hasan juga berupaya agar korban meninggal dari pihaknya tidak bertambah.
"Situasi Kobane sudah sangat kacau dan berbahaya. Kami membutuhkan bantuan internasional," kata Hasan.
Adapun Komando Sentral Amerika Serikat menjelaskan telah melakukan serangan udara dari utara dan selatan Kota Kobane sejak Jumat dan Sabtu. Namun Hasan menyebutkan serangan udara itu tidak efektif dan ampuh untuk membubarkan ISIS. (Baca: AS Dinilai Tidak Reaktif, ISIS Kuasai Kobani)
Sejak serangan ISIS ke Kobane dimulai pada pertengahan September lalu, setidaknya 500 orang telah tewas. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan korban meninggal terdiri dari 20 warga sipil Kurdi, 300 anggota pasukan ISIS, dan 225 pejuang Kurdi.