Demonstran pro-demokrasi mengangkat tangan saat terjadi bentrokan pada demo di depan di kompleks kantor pemerintahan di Hong Kong, 3 Oktober 2014. AP/Wally Santana
TEMPO.CO, Hong Kong - Sejumlah media internasional tengah menyoroti aksi demo warga Hong Kong yang menuntut demokrasi dari pemerintah Beijing. Foto dari ribuan orang yang terjun ke jalan tersebar lewat media sosial dan situs berita online.
Namun, sejak aksi demo berlangsung akhir pekan lalu, pemerintah Cina telah memblokir akses Internet dan media sosial seperti Instagram dan Weibo (Twitter versi Cina). Bahkan, pemerintah Beijing juga melarang sejumlah harian dan memblokir media berita online untuk menyajikan berita ini, termasuk foto dan video tentang bukti bahwa wilayah Hong Kong sedang panas. (Baca: Media Cina Blakblakan Dukung Pemimpin Hong Kong)
"Sebagian besar masyarakat Cina tidak tahu apa yang terjadi di Hong Kong atau apa yang pendemo inginkan. Hanya sebagian kecil yang benar-benar bertanya ada apa di sana," kata profesor jurnalisme di Beijing, Zhan Jiang, seperti dilaporkan ABC News, Kamis, 1 Oktober 2014.
Namun, belakangan ini masyarakat Cina semakin banyak yang mulai mendapat informasi tentang demo ini. Mereka mendapatkan berita dari aplikasi pesan chatting yang digunakan oleh pendemo untuk berkomunikasi. (Baca: FireChat, Aplikasi Chatting Pendemo Hong Kong)
Menurut seorang analis, pemerintah Bejing takut jika aksi itu tercium oleh warganya akan ada dorongan bagi para pendemo atau malah mereka akan ikut berdemo. "Para pejabat melihat demo ini adalah soal hidup dan mati. Mereka tidak melihat hal ini sebagai masalah lokal, tapi jaringan yang dapat mengambil alih 'dunia' mereka," kata kolumnis dan analis asal Shanghai, Zhao Chu. (Baca: Pemerintah Hong Kong Buka Dialog dengan Pendemo)
Sejak Selasa kemarin, hanya ada sembilan artikel yang dimuat harian Cina tentang protes Hong Kong. Namun, kebanyakan dari berita tersebut tidak memfokuskan berita pada aksi demo, melainkan tentang pertemuan ilegal dan kekuatan polisi yang membubarkan pendemo.