TEMPO.CO, Bangkok - Setiap orang tua memiliki cita-cita tersendiri untuk membentuk sebuah keluarga, termasuk jumlah anak atau jenis kelamin anaknya. Dengan tujuan itu, sepasang suami-istri dari Hong Kong datang ke Thailand untuk melakukan fertilisasi in vitro (IVF) untuk merekayasa jenis kelamin anaknya sesuai dengan keinginan mereka.
"Dalam tradisi Cina, anak perempuan atau laki-laki sama baiknya. Tidak ada yang salah punya anak perempuan. Namun, di Hong Kong dan Cina, semua keluarga suka anak laki-laki," kata ibu itu, seperti dilaporkan Reuters, Selasa, 15 Juli 2014.
Pasangan suami-istri itu adalah satu dari ratusan warga yang berasal dari Cina, Hong Kong, dan Australia yang datang ke Bangkok dengan tujuan sama. Dengan biaya US$ 9 ribu atau sekitar Rp 105 juta, mereka bisa memilih jenis kelamin anak yang akan dilahirkan.
Thailand memang merupakan satu-satunya negara di Asia yang menyediakan layanan ini. Adapun di belahan dunia lain, seperti Amerika Serikat dan Afrika Selatan, layanan ini membebankan biaya yang jauh lebih mahal.
Namun bukan berarti praktek puluhan klinik di Bangkok yang menyediakan layanan ini bebas dari kecaman. Sebab, Medical Council of Thailand, lembaga independen yang mengawasi sistem medis di negara itu, mengatakan rekayasa jenis kelamin bayi bisa memicu perdagangan embrio.
Dalam proses IVF standar, telur wanita akan dikeluarkan dan dibuahi, lalu dikembalikan lagi ke rahim. Hanya embrio dari jenis kelamin yang diinginkan yang akan ditanam.
Tahun ini, sebuah klinik yang dijalankan oleh warga asal Hong Kong, Siu Wing-fung, menerima lebih dari 10 ribu permintaan dari pasiennya. Keuntungan Siu bisa mencapai US$ 15 ribu atau sekitar Rp 176 juta per perawatan.
Thailand kini memiliki 44 klinik IVF. Tujuh di antaranya dibuka dua tahun lalu. Satu klinik bisa mendapatkan keuntungan hingga US$ 30 ribu atau sekitar Rp 353 juta dalam dua atau tiga perawatan per pekan.