Senat AS: Jangan CIA yang Edit Laporan Penyiksaan  

Reporter

Editor

Abdul Manan

Kamis, 10 April 2014 22:43 WIB

Presiden Barack Obama berpidato berbicara tentang Ukraina di dalam ruang rapat dan pertemuan di gedung putih, Washington (17/3). Presiden memberlakukan sanksi terhadap para pejabat Rusia, Obama menyayangkan sikap para birokrat dan pejabat rusia yang mendukung jajak pendapat crimea untuk bersatu dengan rusia. (AP/Evan Vucci)

TEMPO.CO, Washington - Kepala Komite Intelijen Senat Dianne Feinstein menyerukan kepada Presiden Barack Obama untuk mempertimbangkan kembali keputusan pemerintahnya yang menugaskan Central Intelligence Agency (CIA) untuk mengedit laporan soal program interogasi dan penahanan tersangka terorisme oleh badan intelijen Amerika Serikat itu, sebelum dapat dipublikasikan.

Dalam sebuah surat kepada Obama, Senator Feinstein mengatakan bahwa Gedung Putih yang harus memimpin proses deklasifikasi--menyatakan sebuah laporan tidak lagi bersifat rahasia--atas laporan yang berisi praktek interogasi secara keras dan penyiksaan terhadap tahanan teroris pasca-serangan 11 September 2001.

Komite Intelijen Senat, Kamis, 3 April 2014, setuju mendeklasifikasi ringkasan eksekutif setebal 420 halaman. Ringkasan itu merupakan bagian dari laporan setebal 6.300 halaman soal program rahasia CIA tersebut.

Obama mendukung keputusan Komite Intelijen itu, tapi Gedung Putih menyatakan CIA yang akan memimpin pengeditan atas informasi dalam laporan itu sebelum dibuka kepada publik. Pengeditan itu dilakukan untuk memastikan bahwa informasi yang dibuka tak membahayakan keamanan nasional AS.

"Saya meminta Anda mendeklasifikasi dokumen-dokumen ini, dan Anda lakukan secepatnya dengan penyuntingan minimal," kata Feinstein dalam surat tertanggal 7 April 2014. "Saya dengan hormat meminta Gedung Putih memimpin proses deklasifikasi."

Feinstein dan senator lainnya menyebut CIA memiliki konflik kepentingan terkait dengan laporan itu.

Laporan ini menyimpulkan bahwa praktek penyiksaan CIA terhadap tersangka terorisme hanya menghasilkan sedikit bahan intelijen yang berharga. CIA mempersoalkan hasil temuan tersebut. Komite Intelijen dan CIA saling menuding melakukan kesalahan yang berhubungan dengan produksi laporan tersebut. CIA menuding penyelidik Komite Senat melihat dokumen yang seharusnya tak boleh diakses, sedangkan Komite Intelijen menuding CIA menggeledah komputer yang digunakan penyelidiknya. Keduanya meminta Departemen Kehakiman untuk menyelidiki klaim tersebut.

Surat Feinstein kepada Obama itu disertai salinan ringkasan eksekutif yang kini masih dikategorikan rahasia. "Ini adalah laporan paling komprehensif soal program penahanan dan interogasi CIA, dan saya menganggap itu harus dilihat pemerintah AS sebagai laporan paling sah soal tindakan CIA," kata Feinstein dalam surat itu.

Jaksa Agung Eric Holder, Selasa, 8 April 2014, juga memberikan dukungan untuk membagi laporan itu kepada pejabat lainnya. "Sebanyak mungkin laporan itu harus diketahui publik," katanya. Dibukanya laporan itu akan membantu memastikan "tidak ada pemerintahan yang bermaksud melaksanakan program seperti itu pada masa mendatang."

Laporan ini awalnya disusun secara eksklusif oleh staf Demokrat di Senat. Namun temuannya akhirnya disetujui oleh Senat, Desember 2012. Laporan itu menyimpulkan antara lain bahwa waterboarding dan "teknik interogasi yang ditingkatkan" lainnya tidak memberikan bukti kunci dalam perburuan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, dan CIA dianggap menyesatkan Presiden George W. Bush dan Kongres tentang keberhasilan program ini.

Gedung Putih belum memberikan tanggapan atas permintaan Feinstein itu.

Pekan lalu, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Caitlin Hayden, mengulangi keinginan Obama untuk membuka laporan itu guna membantu warga Amerika memahami apa yang terjadi dan memastikan negara ini tak mengulangi kesalahan serupa. Dia mencatat bahwa Obama melarang praktek interogasi seperti itu ketika dirinya mulai bertugas di Gedung Putih, 2009 lalu.

Namun Hayden mengatakan CIA--berkonsultasi dengan lembaga-lembaga lain--akan melakukan kajian atas deklasifikasi itu. "Presiden secara jelas ingin proses ini selesai secepat mungkin, konsisten dengan masalah keamanan nasional, dan itulah yang akan kami lakukan," katanya.

WASHINGTON POST | ABDUL MANAN

Berita Lainnya
Pemilu Indonesia di Mata Dunia
Alaska Tuntut Bergabung dengan Rusia
Peti Mati Zaman Firaun Ditemukan di Israel
Rusia Akhiri Kerja Sama Siaran dengan VOA
Zona Pencarian MH370 Dipersempit

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya