Sejumlah tentara Prancis menyapa beberapa anak kecil, ketika mereka berjalan melewati area pasar induk di Timbuktu, Mali, Selasa (23/7). AP/Rebecca Blackwell
TEMPO.CO, Bangui - Badan urusan pengungsi PBB memperkirakan sekitar 210 ribu orang kehilangan tempat tinggal di ibu kota Republik Afrika Tengah, Bangui, menyusul kekerasan sektarian selama dua pekan sejak awal Desember 2013.
Republik Afrika Tengah tak pernah lepas dari bentrokan berdarah antara kaum muslim dan Kristen, menyebabkan bekas penjajah Prancis mengirimkan 1.600 bala tentara guna membantu mengatasi kerusuhan agar tak meluas bersama pasukan Uni Afrika.
Akibat bentrokan mematikan itu, sejumlah organisasi kemanusiaan menjelaskan, sedikitnya 500 orang tewas dari kedua kubu di Bangui pada Desember 2013.
"Di Bangui, staf kami melaporkan adu tembak masih berlanjut dan menimbulkan ketakutan di mana-mana," kata juru bicara UNHCR, Selasa, 17 Desember 2013. "Kami mendengar ada serangan lanjutan ke kubu Kristen oleh bekas Seleka, sebuah organisasi bekas milisi muslim, disertai penjarahan, pembunuhan, dan pembakaran rumah."
Badan PBB ini juga menerangkan, ratusan orang berisiko kehilangan tempat tinggal. Mereka mengungsi dengan menggunakan perahu untuk melintasi cabang Sungai Kongo.
Program Pangan Dunia milik PBB, Selasa, 17 Desember 2013, menyatakan lembaganya telah mengirim bantuan makanan kepada sekitar 40 ribu orang di dekat bandara Bangui, setelah situasi keamanan memungkinkan. "Seperempat warga di negara kaya mineral berpenduduk 5,2 juta itu terancam kelaparan," demikian pernyataan PBB.
Badan dunia ini mengkritik sejumlah negara supaya segera merespons krisis di negeri itu. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, pada Senin, 16 Desember 2013, mengatakan organisasi internasional harus segera merespons masalah kemanusiaan di sana.