AS Akan Klaim 'Taman Nasional' di Bulan  

Reporter

Editor

S Tri P Bud

Selasa, 3 Desember 2013 21:02 WIB

Foto Bumi diambil dari permukaan bulan pada misi Apollo 17. Setelah misi ini baik badan antariksa Amerika Serikat (NASA) maupun badan antariksa negara lain tidak pernah lagi melakukan misi pendaratan manusia di Bulan. NASA/telegraph.co.uk

TEMPO.CO, Washington - Mungkinkah sebuah negara melestarikan situs bersejarah di Bulan selama beberapa dekade yang akan datang? Pertanyaan ini dilontarkan situs ilmu pengetahuan Space.com, mengomentari makin banyaknya negara yang memiliki ambisi mengirimkan warganya ke bulan.

Situs ini mengomentari langkah Amerika Serikat yang diambil untuk melindungi warisan sejarah era Apollo. Legislator Amerika Serikat baru-baru ini mengusulkan RUU Bulan, yang antara lain akan menetapkan situs pendaratan Apollo di Bulan sebagai taman nasional. Dengan penetapan ini, maka negara lain yang akan mengirimkan misi ke Bulan tak boleh mendarat di lokasi yang sama dengan lokasi pendaratan Apollo.

Namun, tak semua orang mendukung wacana ini. Menurut seorang pakar kebijakan luar negeri AS, upaya ini menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi. "RUU ini bahkan mungkin melanggar Perjanjian Luar Angkasa PBB, kesepakatan yang melarang negara-negara untuk memiliki wilayah di Bulan dan benda langit lainnya, di mana AS, Rusia dan 126 negara lain telah meratifikasinya," kata Henry Hertzfeld dari Institut Kebijakan Luar Angkasa di George Washington University.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Science pada Kamis pekan lalu, Hertzfeld merinci cara-cara yang dapat digunakan untuk melestarikan tempat pendaratan di Bulan. Dalam makalah itu, Hertzfeld dan Scott Pace mengusulkan agar pejabat pemerintah membuka jalur dialog antarnegara untuk menetapkan aturan-aturan dasar tentang bagaimana mengabadikan kenangan pendaratan di Bulan.

"Idenya adalah, Anda meninggalkan barang-barang Anda sendiri di sana, begitu juga orang lain," kata Hertzfeld pada Space.com.

Pendekatan internasional ini, katanya, bahkan mungkin membantu meringankan hubungan yang tegang antara Amerika Serikat dan negara-negara yang memiliki ambisi luar angkasa lainnya, seperti Cina dan Rusia. "Jika berhasil, perjanjian ini selain melindungi artefak di Bulan, bisa juga membantu untuk mencairkan beberapa hubungan," kata Hertzfeld.

Sementara perusahaan swasta yang hendak mengirim misi ke Bulan perlu berafiliasi dengan pemerintah negara asalnya. "Mereka tetap harus tunduk pada perjanjian internasional," kata Hertzfeld.

NASA sebelumnya sudah melakukan sejumlah langkah untuk melindungi situs dan instrumentasi mereka di Bulan. Pada 2011 , NASA mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa kelompok swasta yang berpartisipasi dalam Google Lunar X Prize --kompetisi dengan hadiah US$ 30 juta bagi perusahaan pertama yang mendarat dan melakukan tugas-tugas tertentu di Bulan-- agar tidak merusak peralatan badan antariksa itu di Bulan. Beberapa peralatan milik NASA itu masih berfungsi untuk mengumpulkan data ilmu pengetahuan.

SPACE.COM | TRIP B

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya