TEMPO.CO, Washington - Amerika Serikat melakukan penutupan sementara kedutaan mereka di Timur Tengah dan Afrika hingga empat minggu. Sumber intelijen menyatakan, ancaman "sedang berlangsung dari sekarang sampai akhir Agustus."
Seorang pejabat menyatakan informasi ancaman teror muncul dari hasil sadapan Biro Keamanan Nasional (NSA). Lembaga ini melakukan intersepsi panggilan telepon antara pemimpin al-Qaeda di Yaman dan Pakistan.
Namun juru bicara Gedung Putih, Jay Carney, menolak berkomentar ketika ditanya apakah penutupan kedutaan itu atas pasokan informasi dari NSA. Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri menyatakan penutupan sementara kedutaan itu tak akan berdampak bagi efektivitas kinerja perwakilan AS di negara-negara yang terdampak.
"Ini hanyalah tindakan sementara," kata Carney. "Keputusan ini dirancang untuk mengurangi risiko, tetapi keterlibatan kami akan terus berlanjut."
Beberapa kalangan menyatakan alasan adanya informasi intelijen mengenai ancaman itu terlalu dibesar-besarkan dan dilakukan untuk 'menyelamatkan muka' NSA setelah kasus bocornya pengawasan yang dilakukan oleh Edward Snowden. Namun senator Ron Wyden mengatakan ancaman terbaru adalah "serius". "Meskipun saya tidak bisa masuk ke rincian spesifik, wakil ketua komite intelijen Senat mencatat kemarin bahwa informasi ini dikumpulkan dengan menggunakan pasal 702 dari Intelijen Surveillance Act," katanya. Ia menyatakan informasi dari NSA yang antara lain diperoleh dengan melakukan pemantauan telepon "adalah memberikan nilai unik untuk setiap upaya kontraterorisme Amerika."
Amie Stepanovich, seorang pengacara yang bergabung dalam Electronic Privacy Information Center, mengatakan cara NSA untuk mempublikasikan ancaman saat ini melanggengkan budaya ketakutan.
REUTERS | TRIP B
Berita terkait
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
7 Februari 2021
Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.
Baca SelengkapnyaOrient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
6 Februari 2021
Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020
Baca SelengkapnyaTidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat
4 Februari 2021
Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge
3 Februari 2021
Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.
Baca SelengkapnyaKrisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan
3 Februari 2021
Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah
30 Januari 2021
Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.
Baca SelengkapnyaTutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol
30 Januari 2021
Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaJenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran
27 Januari 2021
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran
Baca Selengkapnya