TEMPO.CO, Boston - Dua bom yang menewaskan tiga orang dan melukai setidaknya 176 orang dalam ajang Boston Marathon dikemas dalam panci tekanan tinggi (pressure cook) ukuran enam liter. Di dalam panci itu penuh dengan pecahan logam, paku, dan bantalan bola dan disembunyikan di ransel hitam, sumber polisi menyatakan.
Bom ini, katanya, sering digunakan di Afghanistan, India, Nepal, dan Pakistan, menurut laporan Departemen Keamanan Dalam Negeri tahun 2010. Bom Boston dinilai sebagai yang terburuk setelah serangan 11 September 2001.
Bom meledak di dekat garis finish Boston Marathon yang penuh orang sekitar pukul 15.50 pada hari Senin. Bom kedua meledak beberapa detik kemudian. Sebanyak 40 orang terluka karena pecahan bom, dan setidaknya 10 orang harus diamputasi. Saksi menjelaskan melihat bagian tubuh beterbangan di udara.
Korban tewas dalam ledakan diidentifikasi sebagai Krystle Campbell, 29 tahun , dari Arlington, Massachusetts. Korban lain adalah Martin Richard, bocah 8 tahun yang tengah menunggu ayahnya di garis finish. Korban ketiga belum terindentifikasi.
Bom yang digunakan, menurut investigator polisi, berisi bubuk hitam atau mesiu sebagai bahan peledak. Informasi tentang bagaimana membuat bom tersebut tersedia di internet, kata para ahli. Rangkaian bom ini kemudian sengaja dibuat seperti tertinggal di lokasi kejadian, CBS News melaporkan.
Penyidik juga menemukan potongan sebuah papan sirkuit elektronik yang kemungkinan berfungsi sebagai timer bom.
Meskipun belum ada kelompok mengaku bertanggung jawab atas serangan, perangkat sejenis pernah digunakan dan gagal pada tahun 2010 di Times Square. Faisal Shahzad yang dicokok kemudian mengaku telah menjalani pelatihan pembuatan bom di sebuah kamp faksi militan di Pakistan.
MAIL ONLINE | TRIP B
Berita terkait
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
7 Februari 2021
Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.
Baca SelengkapnyaOrient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
6 Februari 2021
Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020
Baca SelengkapnyaTidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat
4 Februari 2021
Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge
3 Februari 2021
Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.
Baca SelengkapnyaKrisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan
3 Februari 2021
Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah
30 Januari 2021
Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.
Baca SelengkapnyaTutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol
30 Januari 2021
Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaJenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran
27 Januari 2021
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran
Baca Selengkapnya