TEMPO.CO, Paris - Keluarga korban serangan teror Nice, menuduh Pemerintah Prancis tidak memperhatikan mereka dan tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan terkait insiden yang menewaskan lebih dari 84 orang tersebut pada Kamis malam pekan lalu. Hal tersebut disampaikan saat kunjungan resmi kepala Dewan Kota Nice, Christian Estrosi pada Minggu di lokasi insiden naas tersebut.
Hisham Kahlfallah, salah satu keluarga korban, adiknya Olfa meninggal dan anaknya yang berusia empat tahun Kylan telah terdaftar sebagai hilang, melampiaskan amarahnya kepada Estrosi.
"Christian, datang kepada kami, mengapa kau tidak datang? Kami memiliki pertanyaan, Anda menelepon media, namun Anda tidak menghubungi keluarga korban," kata Kahlfallah, seperti dilansir Independent pada 18 Juli 2016.
Estrosi tidak menanggapi dan melangkah pergi, tapi seorang ajudannya berbicara dengan Kahlfallah, menjelaskan bahwa kantor jaksa penuntut umum menolak untuk merilis daftar korban sampai semua pemeriksaan telah selesai disimpulkan.
Beberapa keluarga korban lainnya juga telah melampiaskan kemarahanya saat kunjungan tersebut dan menanyakan nasib dari anggota keluarga mereka. Lima hari setelah pembantaian di Nice, baru 35 dari 84 jenazah korban yang telah diidentifikasi.
Dalam menanggapi protes tersebut, pihak berwenang Prancis mengatakan mereka telah melakukan apa yang mereka bisa dalam mengidentifikasi jenazah korban. "Proses ini masih berjalan, sehingga semuanya baik adanya," kata Menteri Kesehatan Marisol Touraine.
Menurut staf rumah sakit salah satu masalah dengan identifikasi adalah cedera yang mengerikan yang ditimbulkan oleh tabrakan truk seberat 19 ton pendingin yang dikendarai pria keturunan Tunisia berusia 31 tahun, Lahouaiej Bouhlal. Kehancuran paling parah terjadi pada jenazah anak-anak. Sebanyak 10 dari mereka yang tewas adalah anak-anak serta 54 anak-anak lainnya mengalami cedera, yang termuda bayi enam bulan.
Lamanya proses identifikasi tersebut sangat mengecewakan bagi pihak keluarga, terutama yang beragama Islam, karena harus menguburkan jenazah secepat mungkin.
Kemarahan dan frustrasi terhadap pemerintah yang dianggap tidak berdaya dalam mencegah serangan teroris yang kembali terulang di Prancis dalam tahun ini juga ditunjukkan ketika Perdana Menteri Manuel Valls dan menteri lainnya tiba di Monument du Centenaire untuk memimpin mengheningkan cipta selama satu menit guna mengenang para korban pada Senin. Umpatan dan caci maki serta kata-kata bernada ejekan ditujukan pada mereka oleh kerumunan massa. Banyak yang menuduh pemerintah tidak serius dalam menyiapkan petugas keamanan selama perayaan Bastille Day, meskipun di tengah ancaman yang sedang berlangsung.
INDEPENDENT | YON DEMA