TEMPO.CO, Jakarta - Untuk mengenang Lee Kuan Yew yang meninggal dini hari tadi, 23 Maret 2015, Tempo menurunkan hasil wawancara dengan Lee Kuan Yew pada 5 Agustus 1980. Lee Kuan Yew merupakan perdana menteri pertama Singapura yang dikenang sebagai Bapak Singapura sekaligus arsitek pembangunan ekonomi negara itu.
"Sudah lama Perdana Menteri tidak memberikan intervie khusus," kata seorang pembantunya. Perdana Menteri Lee Kuan Yew memang sibuk selalu, menghabiskan harinya di Istana, tanpa mengenal jam kantor, dalam memimpin pemerintah Singapura.
Namun pekan lalu PM Lee bersedia menyisihkan waktunya yang berharga itu untuk menerima dua wartawan TEMPO, Amir Daud dan Zulkifly Lubis. wawancara ini berlangsung menjelang kunjungannya ke Indonesia untuk berunding dengan Presiden Soeharto di Yogyakarta pekan ini.
Ruang kerjanya di Istana itu kelihatan lega dan sederhana. Ada beberapa lukisan di dinding. Ada anggrek di meja. Tidak ada lemari pajangan. Dan, tentu saja, tidak ada tempat abu rokok. Di situ PM Lee mempersilakan tamunya duduk dan menjawab pertanyaan TEMPO.
Kami tertarik pada gagasan Anda menyiapkan kepemimpinan gcnerasi kedua. Bagaimana pentingnya hal itu pada Singapura? Apa saja masalah yang Anda lihat untuk mencapai penggantian yang lancar?
Negeri-negeri yang baru merdeka tidak punya tradisi dan sedikit saja preseden untuk membantu mereka mengalihkan kekuasaan pada pemerintah pengganti. Kalau pemerintahan sekarang di Singapura tidak menangani masalah ini, kontinuitas mungkin jadi tak menentu. Dalam sejarah
Singapura, kaum komunis merupakan kekuatan oposisi yang dominan, danmereka galak dan kejam. Maka orang muda yang cakap telah gembira menyerahkan saja soal politik pada kaum garda lama (old guards) yang melawan kaum komunis dan berhasil. Persoalan saya ialah meyakinkan mereka bahwa kalau mereka tidak bersedia mengorbankan kesenangan dan kebebasan pribadi dalam sukses karir dalam bisnis dan profesi, masa depan Singapura akan terancam dan kehidupan mereka yang tenang itu akan terganggu.
Anda tadi mengatakan perjuangan garda lama. Generasi muda tidak mengalami semua itu. Apakah Anda mengira akan ada perbedaan dalam gaya kepemimpinan nanti?
Mereka akan punya gaya kepemimpinan yang berbeda bukan hanya karena mereka tidak mengalami peruangan hebat melawan komunis, tapi juga karena rakyat kami kini lebih terpelajar dan permasalahan pun berbeda. Masalah besar tiga puluh tahun lalu: Kesatuan bangsa, merdeka dari Inggris, bebas dari eksploitasi kolonial, pendidikan dan kesempatan (kerja) bagi rakyat. Semua itu sudah lewat. Kami telah merdeka. Orang muda mendapat pendidikan.
Dan rakyat punya pekerjaan. Persoalan kini ialah bagaimana memperbaiki mutu pendidikan, dan bagaimana meningkatkan ketrampilan kerja mereka.
Gaya pemerintahan harus berbeda karena pribadi mereka berbeda, dengan pengalaman yang berbeda, yang menghadapi generasi yang berlainan pula. Ketika kami menghadapi rapat umum dulu, 25 tahun lalu, sebagian besar orang datang berkaki telanjang, dengan singlet dan celana pendek. Sekarang, sedikit saja yang pergi ke rapat umum. Mereka lebih suka melihatnya lewat televisi. Ini suatu generasi orang Singapura yang lebih serbasama (homogeneous), setelah menempuh persamaan pendidikan, dengan aspirasi lebih tinggi dalam kehidupan. Terdapat solidaritas dan kesatuan nasional yang lebih besar karena rakyat menyadari bahwa karena pemerintah tidak membiarkan perbedaan rasial, agama, bahasa dan kebudayaan memecah mereka, setiap orang telah meraih manfaatnya dalam perjuangan menuju kehidupan yang lebih baik.
Apakah Anda mengira kepemimpinan generasi masa depan akan sama gesit dan dinamiknya?
Mereka punya kemampuan, mereka punya dorongan, mereka memahami kenyataan politik dan ekonomi, mereka punya tanggungjawab. Hal yang belum diketahui ialah bagaimana mereka akan menanggapi suatu krisis yang berat. Kita akan mengetahui pasti hanya bila mereka berada di bawah tekanan berat.
Sebelum mereka diuji, kita tak akan tahu.
Dari apa yang saya lihat, saya yakin mereka tak akan gentar begitu saja, juga tak akan mudah lari.
Ada beberapa kekhawatiran bahwa berhubung orang muda Singapura tidak berminat pada politik, akan ada kesulitan dalam menyiapkan mereka memegang kepemimpinan politik. Bagaimana Anda mengatasinya?
Dengan berjalannya waktu, soal baru dan keasyikan baru akan muncul. Diskusi terbuka tentang soal ini diadakan agar rakyat lebih sadar secara politis. Kaum muda melek huruf. Mereka baca suratkabar dan mingguan Singapura dan asing. Perubahan dalam situasi ekonomi, politik dan keamanan dunia makin cepat. Singapura dan ASEAN akan terpengaruh oleh perubahan dalam iklim internasional ini. Persoalan pokok ialah bagaimana mendapatkan orang yang paling mengabdi dan terbaik untuk menghadapi tantangan kepemimpinan itu.
PAP (People's Action Party) membina kader. Apakah kesulitan yang dihadapinya dalam hal ini?
Pertama, sebagian besar orang yang cakap yang ingin kami peroleh menyulai hidup tenang. Kedua, tanggungjawab kader baru kami belum diuji seperti kami dulu melawan kaum komunis. Untuk tegak dan berkelahi melawan komunis itu diperlukan keberanian dan keyakinan. Kini kami tidak memiliki selektor otomatis ini. Lagi-lagi kami akan mengetahuinya bila kami terlibat dalam krisis besar.